Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum eks Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, menyatakan akan menghadirkan saksi yang meringankan atau a de charge terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Hal itu disampaikan kuasa hukum Bambang usai majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa dalam sidang yang berlangsung pada Senin, 13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan sela yang berlangsung lebih kurang 30 menit itu, majelis hakim mempersilakan jaksa untuk menghadirkan saksi atas perkara yang menjerat Bambang. Jaksa pun awalnya menyatakan telah membawa sejumlah alat bukti dan saksi serta siap menanyakan sejumlah hal di hadapan majelis hakim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum terdakwa meminta diberikan waktu karena belum mempersiapkan saksi yang dihadirkan di persidangan. “Kami meminta diberikan waktu untuk menghadirkan saksi, dan agenda sidang hari ini cukup pada pembacaan putusan sela saja. Kami keberatan kalau langsung dilanjutkan pada pemeriksaan saksi,” ujar kuasa hukum Bambang. Majelis hakim menyepakati sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi berlangsung pada Kamis, 16 Januari 2025.
Sebelumnya majelis hakim yang diketuai Fajar Kusuma Aji menolak nota keberatan atau eksepsi Bambang Gatot Aryono. Adapun Bambang menyampaikan eksepsi terhadap dakwaan jaksa dalam kasus korupsi tata niaga timah pada Senin pekan lalu.
Majelis hakim menyatakan dakwaan jaksa terhadap Bambang sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Adapun dalam nota penolakannya, kuasa hukum Bambang menyatakan tindakan kliennya yang meloloskan Revisi Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) PT Timah merupakan kesalahan administrasi. Kuasa hukum berpandangan harusnya jaksa menggunakan UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Ketika ada tindakan yang melanggar dua ketentuan dalam undang-undang, maka yang dipakai adalah undang-undang yang lebih khusus, yaitu UU Tipikor. Terlebih dalam perkara ini menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujar hakim.
Majelis hakim pun mencontohkan kasus korupsi dalam investasi saham yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Dalam kasus tersebut, pelaku harus didakwa menggunakan UU Tipikor, bukan UU Pasar Modal. “Dengan demikian keberatan terdakwa tidak memiliki bukti formil,” kata hakim.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Bambang karena menyetujui RKAB PT Timah tahun 2019 yang belum disertakan analisis masalah dampak lingkungan (Amdal) dan studi kelayakan PT Timah. "Padahal mengetahui masih terdapat kekurangan yang belum dilengkapi," kata jaksa membacakan dakwaan terhadap Bambang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin malam, 30 Desember 2024.
RKAB yang disetujui oleh Gatot itu akhirnya memfasilitasi kerja sama antara PT Timah dengan smelter swasta yang menambang bijih timah ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah. Jaksa meyakini Gatot mendapat uang Rp 60 juta sebagai imbalan; Rp 50 juta diberikan oleh eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani menjelang Hari Raya Idul Fitri 2018, kemudian sisanya sebesar Rp 10 juta diberikan saat jajaran PT Timah bermain golf di Jakarta bersama Gatot.
Menurut jaksa, keterlibatan Bambang Gatot Ariyono dalam perkara ini turut memperkaya para terdakwa lain, termasuk Mochtar Riza, Harvey Moeis, Helena Lim, dan Suparta, dalam korupsi timah. Perbuatan mereka didakwa merugikan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau Rp 300 triliun. Angka ini didapat dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 28 Mei 2024.