Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jenderal Hoegeng lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 1921 dan wafat 14 Juli 2004. Ia seorang yang dianggap teladan dalam pekerjaannya debagai anggota Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hoegeng pernah menjabat sebagai Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kapolri ke-5 periode tahun 1968-1971. Lelaki dengan nama asli Hoegeng Iman Santoso dianggap sebagai polisi teladan karena pada masanya ia menjadi salah satu orang menolak dengan tegas suap atau korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan Kapolri Listyo Sigit mengungkapkan Jenderal Hoegeng sebagai teladannya. Dilansir dari laman humas.polri.go.id, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan memuji sosok Jenderal (Purn) Hoegeng dan menyebutnya sebagai teladan karena memegang teguh prinsip-prinsip hidupnya.
Kapolri mengatakan bahwa keteladanan Hoegeng hingga kini masih menjadi salah satu panutan yang dilanjutkan dalam kepemimpinan Polri. Keteladanan Hoegeng, menurut Kapolri, perlu diimplementasikan pada setiap insan Bhayangkara pada level pemimpin hingga pelaksana di lapangan bahkan juga masyarakat umum.
Baca: Kisah Jenderal Hoegeng Heroik Tangani Beberapa Kasus Besar
Kisah Integritas Jenderal Hoegeng
Dikutip dari kemenkeu.go.id, Jenderal Hoegeng lebih memilih hidup melarat ketimbang menerima suap atau korupsi. Berikut beberapa cerita Jenderal Hoegeng sejak merintis karier hingga pada puncak kariernya.
1. Melarang Istri Buka Toko Bunga
Saat dilantik sebagai kepaa Jawatan Imigran, hogeng meminta istrinya menutup toko buka milik istrinya. Ini dikarenakan Hogeng tidak ingin toko bunga istrinya dijadikan kepentingan imigrasi dengan dirinya. Menggunakan cara membeli bunga di toko istrinya
2. Menolak Tawaran Pengusaha
Kapolri Hoegeng pernah mendapat tawaran suap oleh seorang pengusaha. Pengusaha tersebut memintanya untuk tidak melanjutkan kasus penyelundupan. Pengusaha tersebut juga mengirim hadiah berupa barang-barang ke rumah Hoegeng. Tetapi ia menolak, semua barang yang dikirim ke alamatnya ia kembalikan lagi
3. Mengatur Lalu Lintas di Perempatan
Keteladanan Jenderal Hoegeng bukan hanya soal kejujuran dan antikorupsi. Ia juga sangat peduli kepada masyarakat. Meskipun sudah menjabat sebagai Kapolri dengan pangkat jenderal ia masih bersedia mengatur lalu lintas di perempatan. Baginya tugas seorang polisi adalah pelayan masyarakat entah jabatannya rendah atau tinggi.
4. Berantas Semua Beking Kejahatan
Pada saat diperintahkan pindah tugas ke Sumatera Utara pada 1955. Pangkatnya saat itu AKBP, ia mendapat tugas memberantas penyelundupan dan perjudian. Bahkan para penyeludup mengutus orang untuk menemui Hoegeng memberitahu bahwa ia telah diberi hadiah mobil dan rumah dari para pengusaha. Tentu ia menolak dengan tegas dan memilih untuk tinggal di hotel sampai rumah dinasnya tersedia. Tidak hanya sampai di situ, saat ia menempati rumahnya, barang-barang mewah sudah tersedia di dalamnya. Semua barang tersebut pemberian para bandar judi. Kemudian barang-barang tersebut dikeluarkan dari rumahnya dan diletakan di depan rumah.
5. Selalu Berpesan Polisi Jangan Sampai Dibeli
Hoegeng membuktikan dirinya memang seorang polisi yang tidak bisa dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Sumatera Utara, Jenderal Hoegeng dikenal karena keberanian dan kejujurannya. Ia tak mau menerima suap sepeser pun. Bahkan barang-barang hadiah pemberian penjudi dikeluarkan dari rumah. Kata-kata yang terkenal dari Hoegeng adalah, “Baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik."
YOLANDA AGNE I SDA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.