Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Irjen Ferdy Sambo, membacakan nota pembelaannya dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa kemarin, 24 Januari 2023. Nota pembelaan berjudul Setitik Harapan di Tengah Sesaknya Pengadilan itu dibacakan Sambo selama 34 menit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pantuan Tempo, setidaknya terdapat 10 poin yang disampaikan Sambo dalam pledoinya tersebut. Berikut poin-poinnya:
1. Sambo mengaku tidak ada perencanaan pembunuhan
Sambo tetap menyatakan dirinya tak merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua seperti yang dituduhkan jaksa dalam dakwaan dan tuntutan kepadanya. Dia menyatakan peristiwa yang terjadi di rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022 itu terjadi secara spontan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sejak awal saya tidak merencanakan pembunuhan terhadap korban Yosua karena peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi," kata Sambo.
Menurut Sambo, peristiwa itu terjadi karena dia emosi setelah mendengar cerita istrinya, Putri Candrawathi, soal pemerkosaan yang dilakukan Brigadir Yosua sehari sebelumnya di rumah mereka di Magelang, Jawa Tengah.
Sambo mengaku perasaannya campur aduk, dari marah hingga kecewa terhadap Yosua, saat melihat Putri menangis tersedu-sedu setelah mengadu.
“Membayangkan harkat dan martabat saya sebagai lelaki dan suami yang dihempaskan, diinjak-injak, serta bagaimana kami akan menjelaskan semuanya kepada anak kami nanti,” ujar dia.
2. Klaim telah berupaya menyajikan semua fakta
Ferdy Sambo juga mengaku telah menceritakan semua fakta yang dia ketahui dalam pemeriksaan. Bahkan, dia menyatakan telah berupaya mendorong pada saksi untuk menceritakan semua kejadian kepada penyidik.
"Termasuk mendorong saksi atau terdakwa lain sebagaimana dalam keterangan kuat Maruf untuk mengungkap skenario tidak benar pada pemeriksaan di tingkat penyidikan," ujarnya.
Meskipun demikian, Sambo tetap tak mengaku ikut melakukan eksekusi terhadap Brigadir Yosua. Kuasa hukum Sambo pun menyatakan bahwa dalam sidang tak ada satu pun bukti yang menunjukkan kliennya melakukan hal tersebut.
Mereka pun menyatakan dalam sidang hanya Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang terbukti melakukan penembakan terhadap Yosua.
“Terbukti bahwa saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma’ruf, berada di TKP rumah Duren Tiga pada saat kejadian, dan di hadapan persidangan, saksi menerangkan bahwa saksi Richard Eliezerlah yang melakukan penembakan kepada korban berkali-kali,” kata salah satu penasihat hukum Sambo dalam sidang kemarin.
Selanjutnya, akui buat skenario palsu
3. Sambo mengakui buat skenario palsu kematian Brigadir Yosua
Dalam pledoinya, Ferdy Sambo juga mengakui telah membuat skenario palsu kematian Brigadir Yosua. Dia menyatakan tak ada peristiwa tembak menembak antara Richard Eliezer dengan Yosua di rumah dinasnya.
"Ketiga, saya telah mengakui cerita tidak benar mengenai tembak menembak di rumah Duren Tiga," kata Sambo.
Ferdy Sambo sempat bercerita bagaimana dirinya mengondisikan tempat kejadian perkara (TKP) agar terlihat sebagai kejadian tembak-tembakan.
Dia mengaku menggunakan pengalaman serta pengetahuan sebagai eks penyidik agar mencocokkan TKP dengan alibi yang dibuatnya. Sambo mengaku menggunakan pistol HS milik Yosua dan menembakkannya ke atap serta dinding agar dapat terlihat sebagai baku tembak.
Setelah itu, dia meletakkan pistol tersebut ke genggaman Brigadir Yosua demi pengondisian TKP terlihat sempurna.
4. Sambo Menyesal dan siap bertanggung jawab
Ferdy Sambo pun mengaku telah menyesali perbuatannya tersebut. Dia meminta maaf dan menyatakan siap bertanggung jawab.
"Keempat, saya telah menyesali perbuatan saya, meminta maaf dan siap bertanggung jawab sesuai perbuatan dan kesalahan saya.
5. Sambo sudah kooperatif
Ferdy Sambo juga membantah tudingan jaksa bahwa dirinya tak kooperatif selama persidangan. Dia menyatakan telah berupaya menyampaikan semua fakta yang dia ketahui terkait peristiwa kematian ajudannya tersebut.
"Kelima, saya telah berupaya untuk bersikap kooperatif selama menjalani persidangan menyampaikan semua keterangan yang saya ketahui," kata Sambo.
6. Sudah mendapat sanksi sosial
Tak sampai di situ saja, pada poin ke 6, Sambo mengaku, pihaknya telah mendapatkan hukuman dari masyarakat atau sanksi sosial yang begitu berat.
"Bukan saja terhadap diri saya, namun juga terhadap istri keluarga bahkan anak-anak kami," kata dia.
Sambo menyatakan, berdasarkan pengalamannya berkarier sebagai polisi selama 28 tahun, dirinya tidak pernah menyaksikan adanya tekanan yang demikian besar kepada seorang terdakwa seperti yang dia rasakan saat ini.
Selanjutnya, Sambo singgung soal hak anak-anaknya
7. Anak-anaknya masih memiliki hak
Ferdy Sambo meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan hak anak-anaknya untuk mendapatkan perawatan dan perhatian dari orang tuanya. Pasalnya, dia dan istrinya, Putri Candrawathi, terancam mendekam dalam penjara lebih lama lagi karena kasus kematian Brigadir Yosua. Sambo mengingatkan bahwa dirinya masih memiliki seorang anak yang kecil.
"Ketujuh, saik saya maupun istri telah didudukkan sebagai terdakwa dalam persidangan ini dan berada dalam tahanan, sementara 4 orang anak-anak kami terkhusus yang masih balita juga punya hak dan masih membutuhkan perawatan juga perhatian dari kedua orang tuanya," paparnya.
8. Tidak pernah melakukan tindak pidana sebelumnya dan anugerah Bhayangkara Pratama
Sambo juga menyatakan bahwa sebelum kasus ini dirinya belum pernah melakukan tindak pidana . Dia juga mengingatkan majelis hakim atas jasanya sebagai anggota Polri sehingga mendapatkan anugerah Bintang Bhayangkara Pratama dari Presiden dan 6 pin emas dari Kapolri.
"Saya juga tidak pernah melakukan pelanggaran mau pelanggaran etik maupun disiplin di kepolisian," kata dia.
"Saya juga telah mendapatkan penghargaan tertinggi dari Polri berupa 6 PIN emas Kapolri atas pengungkapan berbagai kasus penting di kepolisian," ujarnya.
Adapun kasus penting yang dimaksud Sambo antara lain pengungkapan kasus narkoba jaringan internasional dengan penyitaan barang bukti 4 ton 212 kg sabu, pengungkapan kasus Joko Chandra, pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang yang menyelamatkan pekerja migran Indonesia di luar negeri, dan banyak pengungkapan kasus besar lainnya.
9. Merasa kehilangan sumber penghidupan
Sambo juga menyatakan perkara kematian Brigadir Yosua telah mengakibatkan dirinya mendapatkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Alhasil, dia telah kehilangan pekerjaan untuk menghidupi keluarganya.
"Akibatnya saya telah kehilangan pekerjaan dan tidak lagi mendapatkan hak-hak apapun termasuk uang pensiun sehingga saya telah kehilangan sumber penghidupan bagi saya dan keluarga," ujarnya.
Ferdy Sambo pun sempat mengutip ayat dalam Alkitab dalam Pledoinya tersebut. Sebagai manusia, dia mengaku tak luput dari dosa dan meminta Tuhan untuk mengampuninya.
"Sebagaimana yang termuat dalam kitab Mazmur 51 ayat 13, janganlah membuang aku dari hadapanmu dan janganlah mengambil rohmu yang kudus daripadaku, demikian pula termuat dalam Wahyu 3 ayat 19, barangsiapa kukasihi ia kutegur dan kuhajar, sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah," katanya.
Sambo menutup pledoinya dengan sebuah kalimat bijak, "Masa lalu adalah pengalaman berharga hari ini adalah kehidupan kepastian hari esok adalah pengharapan," kata dia.
Dalam sidang sepekan sebelumnya, jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan hukuman penjara seumur hidup kepada Ferdy Sambo. Dia dianggap sebagai otak pembunuhan Brigadir Yosua sehingga jaksa memberikan tuntutan paling berat diantara para terdakwa lainnya. Putri Candrawathi, istri Sambo, mendapatkan tuntutan 8 tahun penjara, sama seperti Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf, sementara Richard Eliezer mendapatkan tuntutan 12 tahun penjara.