Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Jejak Bara Gedung Adhyaksa

Polisi menduga kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung dipicu bara puntung rokok pekerja renovasi bangunan. Tak ada hidran di dalam kompleks Kejaksaan.

17 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polisi membidik empat pekerja bangunan dan manajemen perusahaan kebersihan sebagai tersangka kebakaran Gedung Pembinaan Kejaksaan Agung.

  • Cairan pembersih mengandung solar ditemukan di sekitar bangunan.

  • Tak ada hidran di kompleks Kejaksaan Agung.

STEGER tersusun mengelilingi Gedung Utama Kejaksaan Agung RI di Jakarta Selatan pada Kamis, 15 Agustus lalu. Belasan pekerja tampak berdiri di beberapa bagian perancah baja itu. “Perbaikan sudah bisa dimulai karena proses penyelidikan dianggap selesai,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono pada hari itu.

Gedung Utama tengah berbenah. Api menghanguskan seluruh sisi utara bangunan pada Sabtu, 22 Agustus lalu. Api muncul dari lantai 6 di salah satu ruang rapat menjelang pukul 19.00.

Akibat kebakaran tersebut, Kejaksaan memperkirakan kerugian mencapai Rp 1,1 triliun. Sisi utara gedung menampung sejumlah unit tim intelijen dan bagian sumber daya manusia di bawah Jaksa Agung Muda Pembinaan. “Kerugian terbesar dari isi bangunan yang mencapai Rp 940 miliar,” kata Hari Setiyono.

Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Satriadi Gunawan mengatakan petugas baru bisa menguasai api menjelang subuh. Pemadaman berlangsung 11 jam. “Karena kami membutuhkan waktu untuk proses pendinginan agar dipastikan betul tak ada lagi bara yang memicu kobaran api,” tuturnya.

Petugas sempat mengalami kesulitan menjangkau sumber kebakaran di lantai 6. Apalagi, hidran di sekitar kompleks Kejaksaan tak berfungsi. Menurut Satriadi, pemadaman mulai lancar ketika mobil pemadam yang dilengkapi menara tangga berdatangan. “Total ada 65 unit yang kami kerahkan, tiga di antaranya memiliki perlengkapan tangga yang cukup tinggi,” ucapnya.

Mobil pemadam yang ditumpangi Ketua Kompi B Pos Sektor Kebayoran Lama, Zulkarnain, termasuk gelombang pertama yang mendatangi Kejaksaan. Ia tiba pukul 19.00 lewat. Menurut Zulkarnain, pemadaman tak bisa dilakukan dari jarak dekat. Kobaran api kadung merembet ke lantai lain.

Bersama belasan anggota tim, ia hanya mampu mengurangi dampak kebakaran dengan menyiram ruangan yang baru saja terbakar agar api tak merembet. “Kami menambah pasokan air dengan tandon karena tak ada yang tahu posisi hidran di dalam kompleks,” katanya.

Di media sosial, kebakaran ini segera dikaitkan dengan kasus Djoko Soegiarto Tjandra yang saat itu sedang ramai dibicarakan. Djoko diduga menyuap seorang jaksa yang bertugas di Biro Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari, yang kemudian menyeret sejumlah nama pejabat. Dugaan bahwa kebakaran itu disengaja pun merebak.

Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, yang menangani kasus kebakaran tersebut, menaikkan perkara ke tahap penyidikan pada 19 September lalu. Penyidik meyakini kebakaran dipicu kesalahan manusia.

Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Ferdi Sambo, mulanya polisi tak mendapatkan banyak barang bukti. Mereka tak bisa mengandalkan rekaman kamera CCTV di lokasi kejadian karena kamera pengawas tersebut rusak. Komputer penyimpan data pun ikut terbakar.

Adanya unsur pidana baru diketahui setelah polisi memperoleh analisis barang bukti dari Pusat Laboratorium Forensik. “Kesimpulannya, kebakaran dipicu nyala api terbuka,” kata Ferdi pada Rabu, 7 Oktober lalu. Polisi pun menggunakan satelit perusahaan asal Rusia untuk mendapat gambaran asal-usul api.

Penyidik kemudian menginterogasi sejumlah pekerja yang sedang merenovasi ruangan aula Biro Kepegawaian di lantai enam. Para pekerja itu diketahui bekerja sejak pukul 11.30. Mereka masih berada di sekitar ruangan menjelang kebakaran terjadi. Menurut polisi, seorang petinggi Kejaksaan ikut menyaksikan awal si jago merah melalap gedung.

Polisi sempat menahan seorang petugas kebersihan gedung berinisial J. Ia berada di lokasi saat kebakaran terjadi. Penyidik mencurigai J karena memiliki rekening berisi Rp 100 juta. Belakangan, polisi melepas J karena tak terbukti menyulut api.

Ferdi mengatakan para pekerja diduga merokok selama merenovasi ruangan. Penyidik menemukan bekas puntung rokok setelah pemadaman di lantai itu. Ada enam pekerja yang semuanya adalah perokok. “Dugaan kami, puntung rokok itulah yang menyebabkan kebakaran,” tuturnya.

Penyidik membidik empat pekerja di antaranya sebagai calon tersangka. Bara rokok mereka diduga memicu nyala api. “Nama-nama mereka bakal kami umumkan dalam waktu dekat,” kata Ferdi.

Saat merokok, mereka dikelilingi bahan yang mudah terbakar. Ada tumpukan kertas, perabotan kayu, serta lem kuning untuk menempelkan kertas pelapis ke tembok di lantai itu. Hasil analisis Puslabfor menyatakan sejumlah sudut ruangan gedung pun mengandung solar yang berasal dari cairan pembersih lantai. Cairan ini ditengarai membuat api makin besar.

Kepala Bagian Rumah Tangga Biro Umum Jaksa Agung Muda Pembinaan Wahyudi tak mengetahui ihwal cairan pembersih lantai yang mengandung solar tersebut. Selama ini, kata dia, Kejaksaan menggunakan jasa CV Arkan Putra Mandiri untuk merawat kebersihan Gedung Utama. “Mereka sudah kami gandeng selama bertahun-tahun,” ucapnya.

Penyidik juga membidik manajemen CV Arkan sebagai calon tersangka. Mereka dianggap lalai menyimpan bahan yang mudah terbakar di dalam gedung. Tempo berupaya menghubungi supervisor CV Arkan bernama Hilmi. Sehari-hari, ia bertugas mengawasi perawatan Gedung Utama. Hilmi tak merespons panggilan telepon dan pesan lewat aplikasi WhatsApp hingga Sabtu, 17 Oktober lalu.

Menurut Ferdi, meski bukan penyebab utama kebakaran, penyidik menilai penggunaan cairan pembersih yang mengandung solar itu sebagai pelanggaran. Sebab, cairan itu tak dijual bebas di pasar. “Seseorang yang ingin mendapatkan cairan itu harus mengantongi izin khusus,” tuturnya.

Polisi juga menyorot prosedur keselamatan di lingkungan internal Kejaksaan Agung. Hasil pemeriksaan tim Puslabfor menyimpulkan seluruh ruangan gedung utama tak dilengkapi pendeteksi asap dan alat pemadam api. Apalagi, tak satu pun hidran di kompleks gedung Kejaksaan yang berfungsi.

Kepala Biro Umum Kejaksaan Agung Heri Jerman enggan mengomentari ketiadaan sarana pemadam api di gedung dan kompleks Kejaksaan. Ia meminta agar informasi tersebut ditanyakan ke Bagian Penerangan dan Hukum. “Saat ini masih masalah itu masih dalam proses penyidikan di Mabes Polri. Nanti ada saatnya Kapuspenkum berbicara,” katanya.

Sampai di sini, dugaan bahwa kebakaran itu terkait dengan kasus Pinangki belum terbukti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Catatan: artikel di atas telah dikoreksi dalam penyebutan nilai kerugian gedung pada Ahad pukul 22.35, 18 Oktober 2020. Mohon maaf atas kekeliruan ini.

RIKY FERDIANTO, LINDA TRIANITA

Catatan: artikel di atas telah dikoreksi dalam penyebutan nilai kerugian gedung, pada Ahad, 18 Oktober 2020. Mohon maaf atas kekeliruan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus