Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan penyidik masih melengkapi berkas dua tersangka penipuan penjualan pulsa telepon genggam dan pulsa listrik oleh PT Mione Global Indonesia (PT MGI).
Kedua tersangka adalah Direktur Utama PT MGI berinisial DH dan Direktur PT MGI berinisial ES. "Masih dalam proses melengkapi. Korban masih banyak yang datang, jadi kami tampung dulu," ujar Agung di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat, 17 November 2017.
Baca: Mabes Polri Buka Posko Pengaduan Korban Penipuan PT MGI
Selain fokus melengkapi berkas, Agung juga tengah mengejar satu tersangka lainnya yakni Mr. LKC. Dia merupakan warga Malaysia yang melarikan diri. "Kami sedang kejar," kata Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agung menuturkan Bareskrim sudah bekerjasama dengan kepolisian Malaysia untuk melacak LCK. "Sudah, sudah ada (kerja sama) dengan interpol sana," ucap dia.
Menurut Agung, Mr. LKC bakal dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) jika terus menerus melarikan diri. Agung pun telah mengantisipasi langkah tersebut. Ia sudah menyiapkan dokumen dan beberapa persyaratan administrasi lainnya untuk bisa mengajukan tersangka menjadi DPO.
Simak: Pelaku Penipuan Siber Asal Cina Sudah Beroperasi Sejak Februari
Modus penipuan PT MGI adalah membujuk masyarakat membeli pulsa telepon genggam atau pulsa listrik dengan iming-iming keuntungan besar. "Masyarakat menempatkan uang sebesar Rp 72.000.000, maka setiap 10 hari akan mendapatkan 300 poin yang bisa ditukar dengan pulsa HP atau listrik sebesar Rp 3.000.000," ujar Agung.
PT MGI menjanjikan kepada masyarakat akan memberikan 300 poin yang dikonversi menjadi pulsa senilai Rp 3 juta setiap 10 hari selama 70 kali (23 bulan). Atas penipuan itu DH dan ES ditahan di rumah tahanan Bareskrim.
DH dan ES dianggap melanggar Pasal 105 juncto Pasal 9 UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini