Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri masih melakukan penyelidikan terhadap dugaan pemalsuan 93 Sertifikat Hak Milik (SHM) dalam kasus pagar laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat. Hingga kini, polisi sudah memeriksa sebanyak 25 orang saksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandhani Raharjo Puro menyatakan, para saksi tersebut berasal dari kementerian, lembaga, instansi perangkat desa, serta masyarakat desa. Dia menjelaskan, para saksi tersebut diperiksa terkait dangan laporan polisi yang dibuat oleh Kementerian ATR/BPN dengan nomor LPB/64/2/2025 SPKT/BARESKRIM POLRI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Terhadap perkembangan proses penyidikan di Bekasi terkait 93 Sertifikat Hak Milik, kami sudah memproses dan memeriksa 25 orang saksi," kata dia di Bareskrim Polri pada Senin malam, 24 Februari 2025.
Secara bersamaan, Bareskrim Polri juga menyelidiki dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen terkait penerbitan 201 bundel sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Mega Agung Nusantara (MAN). Sampai saat ini, Bareskrim Polri telah memeriksa 12 orang saksi.
"Ini sedang kami dalami. Kami sudah memeriksa 12 orang, terdiri dari lembaga, instansi perangkat desa, dan masyarakat desa terkait," kata Djuhandhani.
Hingga kini, kata dia, penyidik masih melakukan penyelidikan terkait sertifikat HGB tersebut. Penyidik masih juga masih mengecek di lapangan, mengumpulkan bahan, serta keterangan untuk mengungkap kasus ini. "Kami melihat sementara bahwa dugaan tindak pidana kemungkinan ini akan kami dapatkan," katanya.
Djuhandhani menargetkan pekan ini Bareskrim Polri sudah bisa memberikan kepastian hukumnya. Apakah kasus ini akan ditingkatkan ke tahap penyidikan atau dihentikan. "Kami memaksimalkan minggu ini kami bisa memberikan kepastian hukum apakah itu perkara mau ditingkatkan penyidikan atau dihentikan penyelidikannya, atau yang temuan anggota bisa dilakukan untuk pembuatan laporan polisi."
Sebelumnya, Djuhandhani mengatakan bahwa dugaan modus operandi dalam kasus pagar laut Bekasi adalah adalah mengubah data 93 SHM. Pengubahan data dilakukan setelah sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah, diubah menjadi nama pemegang hak baru secara tidak sah.
Selain nama, terduga pelaku juga mengubah data luas tanah dan lokasi objek sertifikat. Perubahan luas tanah secara ilegal itu menyebabkan adanya pergeseran wilayah yang sebelumnya di darat, menjadi di laut.
“Sebelumnya sudah ada sertifikat, kemudian diubah dengan alasan revisi, sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut dengan luas yang lebih besar,” katanya seperti dikutip Antara.
Sementara untuk kasus HGB di laut Bekasi, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, ada dua perusahaan yang memiliki SHGB di Desa Huripjaya, Babelan, Bekasi. Perusahaan pertama adalah PT Cikarang Listrindo (CL), dengan sertifikat yang terbit pada 2012, 2015, 2016, 2017, dan 2018. "Inisial PT CL 78 bidang, luasnya 90 hektare," kata Nusron dalam rapat bersama Komisi II DPR di Senayan pada Kamis 30 Januari 2025, seperti dikutip Antara.
Kemudian, perusahaan kedua yang punya SHGB di laut Bekasi adalah PT MAN. Perusahaan ini diketahui memiliki 268 bidang dengan luas 419,6 hektare yang terbit pada 2013, 2014, dan 2015. "Setelah kami analisis memang ini sebagian besar ada di luar garis pantai," kata Nusron.