Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bermula dari Telegram Rahasia

Geng Australia pembawa narkotik dibekuk di Bali. Mereka menganggap tempat ini aman untuk bertransaksi.

16 Mei 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diapit oleh dua orang polisi, lelaki bermata sipit itu berjalan sambil menunduk. Topi putih di kepalanya melindungi wajahnya dari sambaran lampu kamera. Berondongan pertanyaan puluhan wartawan Australia yang menyergapnya sejak dia turun dari mobil tahanan memaksa ia berkomentar. "Apakah saya godfather? Anda lihat sendiri mereka tak menemukan bukti dari saya," katanya.

Andrew Chan, lelaki yang dibawa dari rumah tahanan itu, terus digiring ke ruang pemeriksaan Kepolisian Daerah Bali. Di sana, sejumlah polisi sudah menunggu. Bahkan Direktur Narkoba Kepolisian Daerah Bali Ajun Komisaris Polisi Bambang Sugiharto juga turut serta.

Berkewarganegaraan Australia, Chan dituduh sebagai salah satu pentolan mafia narkotik. Lelaki 21 tahun ini ditangkap bersama delapan anak buahnya saat hendak membawa heroin dari Bali ke Australia, pertengahan April lalu. Senin pekan lalu itu adalah pemeriksaan Chan yang kedua di Polda Bali.

Menurut Bambang, penangkapan berawal dari selembar telegram dari Australian Federal Police (AFP) sebulan sebelumnya. Diinformasikan adanya warga Australia yang akan membawa puluhan kilogram heroin keluar dari Bali. Dalam telegram rahasia ini cukup jelas diterangkan identitas orang yang dicurigai, termasuk nama Andrew Chan.

Dipimpin Inspektur Dua Nyoman Gatra, sebuah tim langsung bergerak. Rupanya mereka menginap di empat hotel berbeda di Kuta. Dua orang, yakni Tan Duc Thanh Nguyen, 23 tahun, dan Si Yi Chen (20) berada di Hotel Aneka. Dua orang lagi, Myuran Sukumaran (24) dan Matthew James Norman (19) tidur di Hotel Adhi Darma. Yang empat lagi, Sthephen Martin Eric (29), Lawrence Renae (28), Michael William Czugaj (20), dan Scott Anthony Rush (20) menginap di Hotel Melasti. "Chan sendiri mengkoordinasi teman-temannya dari Hard Rock Hotel," kata Bambang.

Gerak-gerik sembilan orang ini selalu dipantau. Setelah diketahui sebagian mereka akan terbang ke Australia pada Minggu 17 April, rencana penangkapan di bandar udara segera disusun. Mereka dimata-matai terus sampai saat naik ke pesawat.

Saat dibekuk, Chan dan rekan-rekannya tampak kaget, tapi tidak mampu berbuat apa-apa karena sudah terkepung. Yang pertama digeledah adalah Martin, Lawrence, Scott, dan Michael yang akan terbang. Polisi menemukan 10,9 kilogram heroin yang disimpan di bagian tubuh mereka. Chan yang saat itu sudah berada di perut pesawat Australian Airlines ditangkap juga. Empat tersangka lainnya akhirnya diciduk di hotel.

Tak satu pun tersangka yang mengaku sebagai tokoh utama dalam penyelundupan heroin. Michael, Stephen, dan Scott menunjuk Chan sebagai dalangnya. Mereka mengaku direkrut Chan di Australia. Sebagai imbalannya, mereka diberi uang saku masing-masing US$ 500 dan dijanjikan akan ditambah US$ 10 ribu lagi bila berhasil membawa heroin senilai Rp 8 miliar itu ke Australia. Chan membantah. "Semua itu omong kosong," katanya.

Chan selalu mengatakan bahwa ia tak mengenal delapan tersangka lainnya.

Pada pemeriksaan kedua, Senin pekan lalu, Chan masih tetap bertahan pada pengakuan ini. "Apalagi polisi tak menemukan barang bukti padanya," kata M. Rifan, kuasa hukum Chan. Empat tersangka yang ditangkap belakangan juga membantah terlibat dalam sindikat narkotik ini. Bahkan barang bukti yang ditemukan di hotel berupa 350 gram heroin juga disangkalnya.

Polisi tak bersandar semata-mata pada pengakuan para tersangka. Menurut data yang ditemukan polisi, para tersangka sudah saling berhubungan sebelumnya. Data dari dinas imigrasi menunjukkan, Chan dan Laurence pernah bersama-sama ke Bali pada 16 Oktober 2004. Pada bulan yang sama, Chan bertemu dengan Myuran di Kuta. Dua bulan kemudian, Chan kembali ke Bali bersama Mathew dan Duc Than Nguyen. "Ini menambah kecurigaan," kata Bambang.

Penyidikan saat ini mengarah pada peran koordinator, bagian dari organisasi dan kurir dalam sindikat itu. Selain Chan, yang diduga berperan sebagai koordinator adalah Myuran Sukumaran. Kecurigaan ini berdasarkan pelacakan data telepon, diketahui Chan intens berhubungan dengan Myuran. Jadi, ada kemungkinan sembilan orang itu berada dalam dua kelompok.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Narkotika, Komisaris Jenderal Sutanto, menengarai geng Australia itu berhubungan dengan gembong narkoba internasional Man Sing Ghale. Warga Nepal ini tewas ditembak polisi di Taman Wisma Asti, Teluk Betung, Bekasi, 28 April lalu. Di situ ditemukan 576 kilogram kokain dan 750 gram heroin. "Dia salah satu mata rantai sindikat internasional dari segitiga emas (Burma-Thailand-Laos) dan area bulan sabit (Iran-Pakistan-Afganistan)," kata Sutanto.

Sebelumnya, warga Australia bernama William Sen Tracy, 40 tahun, juga dibekuk di Kuta pada 2002. Dari dia disita 3,3 gram kokain. Dua tahun kemudian, polisi menangkap Schapelle Corby, 27 tahun, di Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Warga Australia ini membawa empat kilogram mariyuana.

Sutanto menduga kelompok Australia memakai dua jalur untuk memasukkan narkotik ke Negeri Kanguru. Mereka juga biasa mengambil narkotik di Korea Utara. Australia pernah mencegat sebuah kapal Korea Utara yang dituduh menyelundupkan heroin tahun lalu. Setelah pengawasan di Korea Utara diperketat, mereka kini lebih sering melirik Bali sebagai tempat bertransaksi.

Nurlis E. Meuko dan Rofiki Hasan (Bali)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus