Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim memvonis mantan Kapolres Bukittinggi Ajun Komisaris Besar Polisi Dody Prawiranegara dengan hukuman 17 tahun penjara. Hakim Ketua Jon Sarman Saragih menuturkan, Dody dinyatakan bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu terdakwa tersebut pidana penjara selama 17 tahun dan denda Rp 2 miliar," kata Jon Sarman di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 10 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apabila tidak dibayarkan, maka denda itu diganti penjara enam bulan. Masa tahanan yang dijalani saat ini mengurangi masa hukuman yang diberikan.
Beberapa hal yang memberatkan seperti Dody tidak mencerminkan aparat kepolisian yang baik. Selain itu, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba.
Hal-hal yang meringankan adalah Dody mengakui dan menyesali perbuatannya. "Terdakwa tidak ikut serta menikmati hasil kejahatan. Terdakwa belum pernah dihukum," ujar Jon Sarman.
Dalam kasus ini, Dody tidak menerima imbalan hasil jual beli sabu. Dia beralasan tindakannya sebagai wujud kesetiaan pada Teddy Minahasa, Eks Kapolda Sumatera Barat.
Dody dianggap bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta hukuman 20 tahun penjara.
Barang bukti yang disita dari Dody adalah 1.979 gram sabu, satu unit handphone, dan dua unit mobil.
Perintahkan asisten dan jadi kurir
Dody awalnya diduga mendapat perintah dari mantan Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra untuk menyisihkan 10 kilogram sabu dan ditukar dengan tawas. Tetapi dia hanya menyanggupi lima kilogram saja.
Narkotika yang diminta disisihkan berasal dari barang sita seberat 41,4 kilogram. Narkotika itu hasil pengungkapan Polres Bukittinggi pada Mei 2022.
Teddy menuturkan narkotika itu untuk bonus anggota. Tapi dia membantah bahwa itu hanya untuk menguji, karena Teddy sempat meragukan laporan Dody soal pengungkapan 41,4 kilogram sabu.
Mantan kapolres itu sempat menolak beberapa kali perintah Teddy. Jenderal bintang dua itu dianggap punya kuasa, sehingga Dody tidak mampu menolak.
Kemudian Dody menyuruh asistennya bernama Syamsul Ma'arif alias Arif untuk menukar sabu dengan tawas. Lalu Arif membeli tawas dari Tokopedia sebelum menukar barang bukti tersebut.
Selanjutnya Dody dan Arif menjadi kurir dari Padang ke Jakarta via darat untuk mengantar narkotika. Dody menggunakan mobil pribadinya Suzuki Jimny warna kuning stabilo untuk membawa paket sabu.
Mantan kapolres itu menyuplai sabu untuk Linda Pujiastuti alias Anita Cepu. Namun Dody tidak pernah bertemu sama sekali atau berkomunikasi langsung dengan Linda selama tindak pidana ini dilakukan.
Teddy mengaku ingin menjebak Anita karena sakit hati pernah dibohongi soal pengungkapan dua ton sabu di Laut Cina Selatan pada 2019. Namun, Anita tidak merasa adanya skenario penjebakan itu.
Arif menjadi figur Dody selama bertemu dengan Linda. Dia menjadi perantara Dody dengan Linda untuk mengantarkan sabu.
Dody mengaku mengantarkan uang hasil penjualan sabu sebesar 27.300 dolar Singapura atau konversi dari Rp 300 juta. Uang itu hasil penjualan satu kilogram pertama.
Dia sempat berencana dengan Arif membuang sisa sabu yang belum terjual ke jalan tol dan toilet di hotel. Namun polisi segera menangkap Dody setelah penangkapan pengedar narkoba di Jakarta Barat.
Pilihan Editor: Dody Prawiranegara Keluhkan Asam Lambungnya Naik Sebelum Sidang Vonis Hari ini