Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Direktur LBH Bali dan 4 Mahasiswa Papua Dituduh Makar, Amnesty: Tak Berdasar

Amnesty International Indonesia mengkritik pelaporan terhadap Direktur LBH Bali, Ni Kadek Vany Primaliraning dan empat mahasiswa Papua ke polisi

4 Agustus 2021 | 13.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Puluhan massa Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI) melakukan aksi demo di sekitar Patung Kuda, Jakarta, Rabu 1 Desember 2020. Aksi tersebut guna memperingati 1 Desember 1961. 1 Desember adalah hari di mana bendera bintang fajar dikibarkan bersamaan dengan bendera Belanda, di Hollandia (Jayapura). Peristiwa ini terjadi pada 1961. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mengkritik pelaporan terhadap Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Ni Kadek Vany Primaliraning dan empat mahasiswa Papua ke polisi, yakni Yefri Kossai, Yoberthinus Gobay, Jeno Sadrack Dogomo, dan Natalis Bukega. Lima orang tersebut dilaporkan dengan tuduhan tindak pidana makar dan dugaan pemufakatan makar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pelaporan terhadap Direktur LBH Bali dan empat mahasiswa Papua tidak berdasar," kata Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena dalam keterangan tertulis, Rabu, 4 Agustus 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wirya mengatakan, pelaporan tersebut juga dapat berdampak buruk bagi perlindungan hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat secara damai.

Dia berujar, Ni Kadek Vany pun hanya menjalankan tugasnya mendampingi dan memberi ruang kepada mahasiswa yang menyampaikan aspirasi politik mereka. Sedangkan empat mahasiswa Papua tersebut hanya menyampaikan aspirasi politik mereka secara damai.

"Tindakan mereka sama sekali tidak dapat disebut sebagai makar atau pemufakatan makar," kata Wirya. Dia pun mendesak Kepolisian Daerah Bali untuk tidak melanjutkan dan memproses laporan tak berdasar tersebut.

Pelaporan Ni Kadek Vany Primaliraning, Yefri, Yoberthinus, Jeno, dan Natalis bermula dari adanya rencana aksi unjuk rasa Front Mahasiswa Peduli Papua (Formalipa) pada 31 Mei 2021. Aksi itu dihalang-halangi oleh sebuah organisasi masyarakat dan aparat Kepolisian. Alhasil, Formalipa hanya bisa melakukan aksi orasi di kantor LBH Bali.

Wirya mengatakan, otoritas Indonesia kerap menerapkan pasal 'makar' dengan pengertian yang terlalu umum dan kabur hingga tak lagi sesuai dengan tujuan awal pasal tersebut. Amnesty menilai, penerapan ketentuan makar yang terlalu luas ini berpotensi membatasi kebebasan berpendapat, berekspresi, berkumpul, dan berserikat.

Padahal, hal tersebut dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Dalam hukum Indonesia, hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat juga dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Wirya mengatakan, Ni Kadek Vany pun tak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum yang dilakukan dengan itikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan. Ini merujuk pada Pasal 11 UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Dia mengimbuhkan, Amnesty International tak mengambil posisi apa pun tentang status politik provinsi mana pun di Indonesia, termasuk seruan kemerdekaan mereka. "Namun menurut kami, kebebasan berekspresi termasuk hak untuk secara damai mengadvokasi kemerdekaan atau solusi politik lainnya, selama tidak melontarkan hasutan dengan tujuan mendiskriminasi, memusuhi, atau menyulut kekerasan," kata Wirya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus