Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisaris Besar Andi Loedianto tak mengira kasus narkotik yang tengah diusutnya bakal menjadi demikian "rumit". Berkas perkara atas nama tersangka Lisa alias Zheng Qiu Yun itu sudah empat kali dikembalikan jaksa. Kasus itu pun kini membetot perhatian banyak pihak, termasuk sejumlah petinggi Kepolisian RI. "Semula saya kira ini kasus biasa. Barang buktinya saja sedikit," kata Andi, Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Jawa Timur, kepada Tempo.
Polisi menangkap Lisa pada 17 September lalu di sebuah rumah kontrakan di Jalan Raya Kupang Jaya, Surabaya. Penangkapan bermula dari laporan kantor Bea dan Cukai Surabaya sehari sebelumnya. Waktu itu petugas pemeriksaan di pintu X-ray Bandar Udara Juanda mencurigai sebuah paket kiriman yang terbungkus amplop cokelat.
Paket itu ditujukan kepada Lisa, beralamat di Jalan Raya Darmo Permai II Nomor 18-B, Surabaya. Dalam amplop itu tercantum pula nomor telepon 0858XXXXXXX. Amplop itu tak menyebutkan nama pengirim dan alamatnya. Satu-satunya petunjuk adalah stempel Royal Mail, Great Britain, yang membuat petugas menduga paket itu berasal dari Inggris.
Amplop itu berisi dua kotak kartu remi produksi Tallon International, United Kingdom. Satu kotak tampak penuh dan padat ketika diraba. Satu kotak lain agak kempis dan lembek. Ketika dibuka petugas Bea dan Cukai, kotak yang penuh berisi beberapa lembar kartu remi plus 28 butir pil ekstasi. Sedangkan kotak lain berisi serbuk ketamine seberat empat gram. "Setelah menerima laporan, esok harinya kami lakukan control delivery," ujar Andi.
Berpura-pura sebagai kurir, polisi pun membawa paket itu ke alamat tujuan. Ternyata Lisa sudah pindah dari rumah sewaan di Darmo Permai itu. Namun, sebelum pindah, rupanya ia telah menitip pesan kepada penjaga homestay. "Bila ada barang kiriman, tolong hubungi saya," begitu kata Lisa kepada si penjaga.
Polisi pun mencoba mengirimi Lisa pesan pendek. Namun ia tak menyahut. Polisi lalu meminta seorang pengelola homestay yang bisa berbahasa Mandarin menghubungi Lisa. Kali ini berhasil. Lisa menyebutkan alamat barunya.
Paket itu lantas diantar ke tempat tinggal Lisa di Jalan Raya Kupang Jaya. Saat bertemu dengan Lisa, petugas meminta bukti identitasnya. Lisa menunjukkan paspor atas nama Zheng Qiu Yun. "Lho, ini kan yang dituju Lisa," ucap petugas. "Ya, Lisa itu saya," kata perempuan 37 tahun itu dalam bahasa Indonesia yang terpatah-patah.
Untuk meyakinkan "sang kurir", Lisa menelepon seseorang bernama Fusan. Fusan pun membenarkan bahwa Lisa adalah nama panggilan Zheng Qiu Yun. Setelah Lisa meneken tanda terima, paket narkotik berpindah tangan. Nah, sewaktu Lisa menutup pintu, tim Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Timur merangsek dan mengetuk pintu kamarnya. Ketika Lisa keluar, hap, dia langsung ditangkap.
Namun, ketika diperiksa polisi, Lisa terus-menerus menyangkal sebagai pemesan paket narkotik. Dia mengaku biasa pulang-pergi Cina-Indonesia untuk menjajaki peluang bisnis. Di Surabaya, misalnya, dia mengaku bekerja sebagai agen penyalur lampu LED asal Cina. Lisa pun memberikan kartu nama, lengkap dengan nomor telepon, alamat e-mail, dan tempat tinggal terakhir.
Menurut penelusuran polisi, Lisa tercatat menggunakan visa kunjungan sebagai turis. Dia mengurus visa on arrival Mei lalu di Imigrasi Bandara Juanda, Surabaya. Sebelum masa kunjungannya berakhir, pada Agustus lalu, Lisa memperpanjang visa di kantor Imigrasi Jakarta.
Tujuh hari setelah penangkapan Lisa, di Jakarta mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Purnawirawan Oegroseno dihubungi seorang kenalannya. Kepada Oegro, sang kenalan menyebutkan ada warga negara Cina yang ditahan polisi Surabaya gara-gara menerima paket narkotik anonim.
Atas permintaan kenalannya itu, Oegro bersedia memberi bantuan hukum. Kebetulan, sejak tujuh bulan lalu, Oegro mendirikan kantor hukum bersama seorang advokat muda, Cendy Wenas. Mereka berkantor di sebuah bangunan tua di Jalan Senopati, Jakarta Selatan. Kantor Cendy Wenas, Oegroseno & Partners itu menyatu dengan kantor Pemuda Partai Demokrat dan counter Pizza Hut Delivery.
Oegro mengaku tak dibayar siapa pun untuk membela Lisa. Dia turun tangan karena melihat banyak kejanggalan dalam penahanan Lisa. "Bayangkan Anda di luar negeri, tak bisa bahasa setempat, lalu ditahan polisi gara-gara menerima paket yang tak jelas pengirimnya," kata Oegro.
Oegro lantas menelepon Kepala Polda Jawa Timur Inspektur Jenderal Unggung Cahyono—kini Kepala Polda Metro Jaya—untuk menanyakan kasus Lisa. "Jawaban Pak Unggung kala itu normatif saja," ujar Oegro. Sehari setelah Oegro mengontak Unggung, Polda Jawa Timur mengumumkan penangkapan Lisa ke media.
Untuk membela Lisa, Oegro tak hanya mengirim Cendy ke Surabaya. Oegro sendiri sampai tiga kali mendatangi Polda Jawa Timur. Sewaktu pertama kali datang, ia hanya bisa bertemu dengan tim penyidik. Soalnya, pejabat Polda sedang meninjau persiapan operasi pengamanan Lebaran.
Kepada penyidik, Oegro mempertanyakan dasar dan prosedur penahanan Lisa. Oegro, misalnya, mempertanyakan mengapa polisi hanya menahan Lisa dan tak melacak siapa pengirim barang itu.
Oegro meminta penyidik mencari bukti pengiriman barang. Di samping untuk melacak asal-usul barang, menurut Oegro, dokumen itu penting untuk membuktikan bahwa pengiriman paket bukan rekayasa.
Tak puas atas jawaban penyidik, beberapa hari kemudian Oegro kembali mendatangi Polda Jawa Timur. Waktu itu ia bisa bertemu dengan Unggung. "Saya sampaikan, kalau mau menghabisi jaringan narkoba, habisi sekalian," ujar Oegro. "Tapi, kalau sampai ada rekayasa, penyidiknya yang harus disikat." Oegro juga sudah menemui Kepala Polda Jawa Timur yang baru, Inspektur Jenderal Anas Yusuf, di Surabaya.
Toh, lobi-lobi Oegro tak menyurutkan langkah tim penyidik Polda Jawa Timur. Mereka tetap menahan Lisa dan melanjutkan penyidikan, meski berkas perkaranya sampai empat kali dikembalikan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Yang membuat Oegro heran, sepuluh hari menjelang habisnya masa penahanan Lisa, penyidik menawarkan penangguhan penahanan Lisa. Padahal Oegro dan timnya tak pernah meminta penangguhan penahanan. Dia menolak tawaran tersebut. "Itu mencurigakan," ucap Oegro.
Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Andi Muhammad Taufik mengatakan berkas bolak-balik dikembalikan karena bukti yang dikirim penyidik masih kurang. Sampai pengiriman berkas keempat, "Bisa dikatakan belum bisa memenuhi unsur melawan hukum," ujar Andi kepada Tempo, 21 November lalu.
Kejaksaan pernah meminta polisi mencari bukti bahwa Lisa adalah pemesan paket itu. Jaksa juga mempertanyakan dokumen pengiriman barang asal Inggris itu. Di bagian lain, jaksa mempersoalkan alasan polisi hanya menjerat Lisa sebagai penerima paket. "Kenapa hanya tersangka, enggak kurirnya sekalian?" kata Andi Muhammad.
Pada 13 September lalu, sehari menjelang berakhirnya masa penahanan, kejaksaan memang menyatakan berkas perkara Lisa lengkap. Namun jaksa tak mau berlama-lama memegang "barang panas" itu. Empat hari kemudian, jaksa melimpahkan berkas perkara Lisa ke pengadilan.
Kini perkara itu segera bergulir di pengadilan dan Oegro semakin yakin Lisa tak bersalah. "Kami akan habis-habisan membela diri," kata Oegro.
Jajang Jamaludin, Agita Sukma (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo