Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Main Blokir Ala Kominfo

Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai peredaran situs bermuatan negatif digugat. ternyata Yang terblokir bukan cuma situs porno.

1 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejadian pada Oktober tahun lalu itu belum lepas dari ingatan Suratim Bagaskara. Penyandang tunanetra ini terkejut ketika membuka situs www.reddit.com di komputer di rumahnya di Bojong Baru, Depok. Situs penyebar aneka video tutorial itu tak tampil seperti biasanya. Saat diakses, yang muncul justru pengumuman situs itu di­blokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). "Katanya karena situs itu bermuatan pornografi," ujar Suratim kepada Tempo, pekan lalu.

Suratim sudah lama menggunakan reddit.com. Dia keranjingan melahap semua informasi dari situs itu, terutama yang berupa video tutorial penggunaan berbagai peranti lunak komputer. "Bahan di blog saya soal komputer untuk tunanetra banyak diambil dari sana," ucap pemilik blog suratim.info itu. Sejauh pengalaman Suratim, di situs itu tak pernah muncul secuil pun muatan berbau pornografi.

Penasaran, Suratim pun mendengarkan pengumuman melalui komputer yang dipasangi peranti khusus pembaca layar untuk tunanetra itu. Tapi, hingga pengumuman berakhir, dia tak bisa paham apa sebetulnya muatan pornografi yang dimaksud pemblokir situs itu.

Kebingungan, pria kelahiran Jakarta 43 tahun lalu itu mencoba menanyakan hal tersebut kepada Menteri Kominfo Tifatul Sembiring melalui jejaring sosial Twitter. Namun cuitan Suratim tak dibalas Pak Menteri yang rajin main Twitter itu.

Kekecewaan Suratim atas pemblokiran situs itulah yang menjadi salah satu basis uji materi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Bersama tiga pemohon lain, Jumat dua pekan lalu, Suratim mengajukan permohonan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Agung. Tiga pemohon lain adalah Shelly Woyla, Damar Juniarto, dan Ayu Oktariani.

Selain mereka, empat lembaga swadaya masyarakat bergabung dengan koalisi pemohon uji materi itu. Mereka adalah Institute for Criminal Justice Reform, Elsam, Lembaga Bantuan Hukum Pers, dan Perkumpulan Mitra TIK Indonesia.

Supriyadi Widodo Eddyono, anggota koalisi, mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, koalisi banyak menerima pengaduan soal pemblokiran situs oleh Kementerian Komunikasi. Pengaduan melalui situs id.safenet.org itu jumlahnya mencapai ratusan. Para peselancar dunia maya umumnya mengeluhkan pemblokiran yang serampangan. "Banyak situs yang sangat bermanfaat malah dikunci," ujar Supriyadi.

l l l

Kisruh soal pengaturan situs di jagat maya berlangsung sejak 2008. Saat itu, Menteri Komunikasi M. Nuh melontarkan gagasan tentang perlunya pengaturan konten multimedia. Namun, begitu gagasan itu keluar, banyak pihak yang mempersoalkan. Ide Menteri Nuh pun "layu sebelum berkembang".

Dua tahun kemudian, Menteri Komunikasi yang baru, Tifatul Sembiring, memperkenalkan Rancangan Peraturan Menteri soal Konten Multimedia. Menteri dari Partai Keadilan Sejahtera itu beralasan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memang mengharuskan pelarangan peredaran sejumlah informasi secara elektronik.

Rancangan yang disebarkan Tifatul dianggap offside oleh banyak pihak. Penyebabnya, peraturan itu berpotensi membatasi pemberitaan di media massa. Rancangan itu, misalnya, melarang penyebarluasan privasi seseorang, seperti harta kekayaan, kesehatan fisik, dan kondisi psikis. Pelarangan itu dinilai bertentangan dengan sejumlah undang-undang. Contohnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang mengharuskan seorang pejabat negara justru melaporkan harta kekayaannya kepada publik.

Karena dikecam kanan-kiri, rancangan peraturan itu batal diteken Tifatul. Sebagai gantinya, Tifatul mengeluarkan surat edaran kepada para penyelenggara jasa Internet agar memblokir situs bermuatan pornografi, perjudian, dan pelanggaran hak cipta.

Surat edaran ini pun memicu keberatan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Soalnya, tidak ada peraturan yang memperbolehkan penyelenggara jasa Internet melakukan pemblokiran. Kewenangan itu merupakan kewenangan pemerintah. "Kalau kami digugat masyarakat karena dinilai membatasi hak mendapatkan informasi bagaimana?" tutur Ketua APJII Sammy Pangerapan.

Protes asosiasi ini tak mendapat respons. Kementerian Komunikasi justru menyodorkan daftar ratusan situs yang harus diblokir. Daftar itu berasal dari laporan masyarakat melalui situs Trust+positif.

Daftar situs "wajib blokir" itu pun bukannya tak bermasalah. Ketika daftar itu digunakan, banyak situs "tak berdosa" yang menjadi korban. Soalnya, penyisiran situs dilakukan berdasarkan kata kunci yang dianggap "kotor", bukan berdasarkan materi yang benar-benar termuat dalam situs. Salah satu korbannya, ya itu tadi, situs reddit.com yang sering diakses Suratim.

Sebaliknya, sistem yang diterapkan Kementerian Komunikasi pun tak efektif memblokir situs-situs yang jelas-jelas bermuatan pornografi. Soalnya, pemerintah tak bisa memblokir situs mesin pencari yang dengan mudah menghimpun situs porno. Apalagi saat ini banyak akun di media sosial yang memaparkan muatan pornografi. "Apa pemerintah mau memblokir media sosialnya?" kata Wahyudi Djafar, anggota koalisi dari Elsam.

l l l

Ketika kritik atas rencana pemerintah mengatur konten Internet mereda, pada Juli lalu Menteri Tifatul meneken Peraturan Menteri tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Meski tak seheboh penentangan atas rancangan peraturan serupa sebelumnya, koalisi pegiat kebebasan informasi kembali mempersoalkan peraturan pelaksana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Pornografi itu.

Supriyadi dan kawan-kawan sebenarnya tak menentang pembatasan situs bermuatan pornografi. Mereka lebih mempersoalkan frasa "kegiatan ilegal lainnya", seperti tercantum dalam pasal 4 peraturan itu, sebagai konten negatif yang akan "diperangi" pemerintah. Karena definisi kegiatan ilegal lainnya itu tak jelas, koalisi khawatir pemerintah akan sesuka hati menutup akses ke berbagai situs Internet.

Menurut koalisi, pendefinisian yang tak jelas berpotensi melanggar hak publik untuk berekspresi dan mendapatkan informasi, seperti dijamin Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945. Lagi pula, menurut Pasal 28 J UUD 1945, pembatasan atas hak dasar seperti itu hanya bisa dilakukan melalui undang-undang, bukan lewat peraturan menteri. "Definisi konten negatif itu seharusnya dimasukkan dulu dalam Undang-Undang ITE," ucap Supriyadi.

Koalisi juga mempersoalkan kewenangan Kementerian Komunikasi melakukan penutupan situs Internet. Alasan mereka, di luar urusan situs porno, tak satu pun undang-undang yang memberikan kewenangan serupa kepada Kementerian Komunikasi.

Selain itu, koalisi menilai peraturan ini memberikan kewenangan yang terlampau besar kepada Kementerian Komunikasi. Maklum, dalam peraturan baru, Kementerian Komunikasi tak hanya bertindak sebagai penerima laporan masyarakat. Kementerian juga bertindak sebagai pemeriksa laporan dan eksekutor penutupan situs Internet. "Pemusatan kewenangan seperti itu rentan diselewengkan," ujar Supriyadi.

Menurut koalisi, praktek lazim di banyak negara adalah pemisahan kewenangan dalam skema notice and take down policy. Dalam skema itu, pemerintah membentuk badan independen yang bertugas mengecek laporan soal situs bermuatan pornografi. Badan tersebut selanjutnya akan memberikan peringatan kepada pemilik situs jika memang ditemukan konten pornografi. Jika tak digubris, badan tersebut bisa meminta pengadilan memerintahkan penutupan situs itu. "Jadi pemerintah tidak menjadi hakim," kata Wahyudi.

Kementerian Komunikasi sendiri rupanya sudah siap menghadapi gugatan itu. "Secara hukum, peraturan ini sudah kami kaji," ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi Ismail Cawidu. "Bila diminta Mahkamah Agung, kami siap memberi tanggapan."

Febriyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus