Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua IM57+ Institute Muhammad Praswad Nugraha menilai keputusan hakim yang mengabulkan praperadilan Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan bertentangan dengan UU KPK.
Kemarin, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan soal tidak sahnya penetapan tersangka eks Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan. Tersangka kasus suap itu mengajukan praperadilan setelah hakim mengabulkan praperadilan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej alias Eddy Hiariej yang menggugat penetapan tersangkanya oleh KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keduanya ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dalam perkara dugaan suap. Kasus suap itu berhubungan dengan sengketa kepengurusan administrasi hukum umum (AHU) PT Citra Lampia Mandiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KPK dengan segala keistimewaannya mendorong kehati-hatian penyelidik dan penyidik dalam memproses seseorang menjadi tersangka dengan memberikan beban bukti permulaan yang cukup," kata Praswad dalam keterangan tertulisnya, dikutip Tempo pada Rabu, 28 Februari 2024.
Ia mengatakan, pertimbangan putusan hakim yang menyebut pengumpulan bukti permulaan seharusnya pada tahap penyelidikan justru menjadi persoalan. Sebab, dalam Pasal 44 UU KPK dijelaskan bahwa bukti permulaan untuk menetapkan tersangka dikumpulkan saat tahap penyelidikan, bukan penyidikan.
Menurut Praswad, apabila hakim menyimpulkan pengumpulan bukti permulaan harus pada tahap penyidikan, maka tidak akan pernah ada jalan bagi lembaga antirasuah itu untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. "Bagaimana mungkin KPK mengumpulkan bukti permulaan pada tahap penyidikan, sedangkan standar KPK penetapan tersangka itu sudah harus menyebut namanya pada saat naik penyidikan," ucapnya.
Praswad mengungkapkan, perlu adanya upaya mendalam untuk memeriksa proses praperadilan ini. Pemeriksaan itu, katanya, untuk mengetahui lebih jelas pertimbangan hakim dalam memutus permohonan praperadilan kasus dugaan suap Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan.
Ia juga berpendapat, semestinya Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung mendalami lebih jauh perihal di balik pertimbangan dan putusan hakim yang mengabulkan gugatan praperadilan ini. "Karena hakim seharusnya mengetahui secara baik tahap penyelidikan dan penyidikan berdasarkan UU KPK dengan segala kekhususannya," ujar Ketua IM57+ Institute itu.
Sebelumnya, dalam putusan praperadilan Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan, hakim menilai KPK tidak memiliki setidaknya dua alat bukti yang sah saat menetapkan keduanya sebagai tersangka. Prosedur penetapan tersangka oleh KPK pun dinilai hakim belum memenuhi peraturan yang tertuang di Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Putusan praperadilan Eddy Hiariej soal tidak sahnya penetapan tersangka oleh KPK dikabulkan oleh Hakim tunggal Estiono pada 30 Januari 2024. Sementara pengabulan gugatan praperadilan soal tidak sahnya penetapan tersangka Helmut Hermawan disampaikan oleh Hakim tunggal Tumpanuli Marbun pada 27 Februari 2024.
Pilihan Editor: Lihat Rekonstruksi Penenggelaman Dante, Angger Dimas Sebut Tersangka Kejam