Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan perdananya. Tim penasihat hukum yang dipimpin Hotman Paris Hutapea membacakan poin-poin eksepsi yang sudah dipersiapkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menganggap sidang ini sebenarnya belum siap dilaksanakan karena masih ada kekurangan dalam dakwaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dakwaan ini belum waktunya limpah ke kejaksaan atau prematur, mohon agar tidak diterima,” ujar Hotman Paris setelah sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis, 2 Februari 2023 lalu.
Kasus ini mengenai peredaran lima kilogram sabu dari Sumatera Barat yang merupakan selisih dari 41,4 kilogram hasil pengungkapan oleh Polres Bukittinggi pada 2022. Selisih barang terlarang itu ditukar dengan lima kilogram tawas sebelum dimusnahkan.
Sabu yang diambil diduga diedarkan dan dijual ke Jakarta, termasuk ke Kampung Bahari di Jakarta Utara. Eks Kapolres Bukittinggi Ajun Komisaris Besar Polisi Dody Prawiranegara beserta lima terdakwa lain ditengarai terlibat dalam perkara tersebut.
Teddy Minahasa didakwa Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Berikut empat poin eksepsi yang dibacakan dan disampaikan oleh tim penasihat hukum Teddy Minahasa kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat:
1. Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak berwenang mengadili perkara Teddy Minahasa
Tim penasihat hukum menilai locus delicti atau tempat terjadinya tindak pidana berada di wilayah Sumatera Barat. Penukaran lima kilogram sabu dengan lima kilogram tawas terjadi pada 14 Juni 2022 di Polres Bukittinggi atau sehari sebelum pemusnahan barang bukti.
Eksekutornya diduga adalah Syamsul Ma'arif alias Arif atas permintaan eks Kapolres Bukittinggi Ajun Komisaris Besar Polisi Dody Prawiranegara, yang melaksanakan perintah Teddy Minahasa. Dalam dakwaan Arif, dia sempat membeli tawas dari situs Tokopedia.
Jaksa juga menyebut ada bukti percakapan via WhatsApp antara Dody dan Teddy, yang mana komunikasi mereka berdua saat itu berada di wilayah Kota Bukittinggi dan Kota Padang. Maka dari itu, perkara ini dianggap tidak sesuai dengan Pasal 84 ayat (1) dan Pasal 84 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
2. Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum masih prematur
Alasan dari eksepsi ini karena dianggap dakwaan belum maksimum karena belum ada pemeriksaan saksi-saksi yang hadir saat pemeriksaan ketika acara pemusnahan barang bukti sabu pada 15 Juni 2022 di Polres Bukittinggi. Saat itu turut hadir berbagai jajaran pejabat utama wilayah Kota Bukittinggi dan Polda Sumatera Barat.
Selain itu belum ada hasil uji laboratorium soal kemiripan kandungan metamfetamin atau sabu yang disita dari rumah Dody dan Linda Pujiastuti alias Anita di wilayah Depok dan Jakarta, dengan 35 kilogram sabu yang sudah dimusnahkan pada tanggal 15 Juni 2022. Namun tim penasihat hukum Teddy mengklaim, masih ada sekitar 4,5 kilogram barang bukti yang belum dimusnahkan karena untuk bukti persidangan pengedar narkoba yang ditangkap saat itu.
Maka dari itu, tim penasihat hukum Teddy mempertanyakan bukti keterkaitan antara sabu milik Dody dan Anita dengan barang bukti sabu yang sudah dimusnahkan tersebut. Selain itu, timbul pertanyaan juga soal jumlah sabu yang sebenarnya sebelum konferensi pers dilaksanakan pada 21 Mei 2022.
Dari eksepsinya, Teddy menyebut total sabu adalah 39,5 kilogram setelah ditimbang ulang. Karena awalnya dikatakan berjumlah 41,4 kilogram hingga diberitakan kepada publik dengan jumlah 41,4 kilogram.
3. Surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dan tidak lengkap
Jaksa tidak merincikan siapa tersangka atau terdakwa atau pengguna yang membeli satu kilogram sabu. Karena dalam dakwaan Teddy disebutkan bahwa Linda akan memberikan Rp 400 juta hasil penjualan, lalu akhirnya sampai ke tangan jenderal bintang dua itu berjumlah Rp 300 juta atau 27.300 Dolar Singapura.
Sabu itu diduga telah terjual melalui Linda Pujiastuti setelah barang terlarang itu diantarkan via darat oleh Dody dan Arif dari Kota Padang. Namun tim penasihat hukum melihat tidak ada uraian kapan transaksi jual beli narkoba itu.
4. Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum error in persona
Penasihat hukum menganggap surat dakwaan salah menarik terdakwa karena tidak ada narkoba jenis sabu yang ditemukan dan disita selama proses penyidikan oleh kepolisian. Argumen yang disampaikan adalah sabu yang disita dari rumah Dody dan Linda belum dapat dipastikan berhubungan dengan Teddy Minahasa.
Maka dari itu, penasihat hukum Teddy meminta kepada majelis hakim agar menyatakan surat dakwaan batal demi hukum atau dinyatakan tidak dapat diterima.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.