Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - IM57+ Institute menanggapi soal putusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberi sanksi sedang kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dengan teguran tertulis dan pemotongan penghasilan 20 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha mengatakan, dasar putusan etik ini bisa menjadi bukti tidak terbantahkan untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron dalam proses seleksi Calon Pimpinan atau Capim KPK. “Putusan etik ini mengungkap fakta-fakta penting termasuk tindakan Nurul Ghufron yang menghubungi pejabat Kementan pada saat KPK menangani kasus SYL,” kata Praswad dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, putusan etik yang menyatakan bahwa Nurul Ghufron telah melanggar kode etik ini harus menjadi dasar bagi Pansel Capim KPK untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron. “Apabila Pansel tidak menggugurkan Nurul Ghufron, maka percuma saja dilakukan serangkaian seleksi untuk menghimpun berbagai informasi mengenai calon pimpinan,” tuturnya.
Praswad menyebut, tindakan tetap mempertahankan Nurul Ghufron akan membangun skema bahwa benar proses seleksi dilakukan hanya untuk formalitas belaka. Sosok Capim KPK yang melanggar etik, bahkan saat dia sedang menjabat sebagai Pimpinan KPK, bisa menghasilkan berbagai potensi keputusan dan tindakan yang melanggar etik lainnya.
Nurul Ghufron baru saja menjalani sidang putusan etik dan dijatuhi sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji. Dia dinilai menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK dalam membantu mutasi aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Pertanian ke Malang, Jawa Timur.
“Mengadili, menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan amar putusan, Jumat, 6 September 2024.
Ghufron dinyatakan telah meminta bantuan kepada Plt Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, untuk membantu seorang ASN, bernama Andi Dwi Mandasari dari Inspektorat Kementan ke BPBD Jawa Timur.
Dewas KPK menilai Ghufron telah melakukan pelanggaran dengan mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung kepada Kasdi Subagyono, yang saat itu merupakan terdakwa dalam kasus gratifikasi dan pemerasan di lingkungan Kementan yang sedang ditangani KPK tanpa sepengetahuan pimpinan KPK lainnya.