Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, menyatakan akan memasukan nama Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) dalam daftar pencarian orang atau DPO apabila tidak memenuhi panggilan dari penyidik lembaga antirasuah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Nanti kita lakukan terlebih dahulu pemanggilan kalau tidak hadir kita panggil kembali, tidak hadir lagi, maka akan kita DPO-kan," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, 8 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, dia menjelaskan alasan Sahbirin tidak ditahan meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun anggaran 2024–2025.
"Dari saudara YUD dan AMD itu kan jatah atau pun tarikannya dia yang 5 persen yang mengalir pertama hanya Rp 1 miliar tapi nyampenya ketika kita mengamankan saudara FEB dan AHD itu sebesar ini (menunjuk ke barang bukti). Ini kan sumbernya dari macam-macam, tetapi tidak semua peruntukannya untuk SHB," ujarnya. Dalam perkara ini, KPK menyatakan pada 6 Oktober 2024, sekitar pukul 21.30 WIB telah dilakukan ekspos pimpinan dan disepakati atas peristiwa tersebut, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Dalam ekspose ini disetujui untuk dinaikkan ke tahapan penyidikan terhadap Sahbirin Noor (SHB) selaku Gubernur Kalimantan Selatan bersama-sama Ahmad Solhan (SOL) selaku Kadis PUPR Prov. Kalimantan Selatan; Yulianti Erlynah (YUL) selaku Kabid Cipta Karya sekaligus PPK; Ahmad (AMD) selaku pengurus Rumah Tahfidz Darussalam; dan Agustya Febry Andrean (FEB) selaku Plt. Kepala Bag. Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kemudian Sugeng Wahyudi (YUD) selaku swasta dan Andi Susanto (AND) selaku swasta diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.