Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Makassar menyebut Polisi Air dan Udara Polda Sulawesi Selatan menangkap tujuh orang nelayan dari Pulau Kodingareng, Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota LBH Makassar Edy Kurniawan mengatakan polisi menangkap tujuh nelayan ini setelah mereka berunjuk rasa menolak penambangan pasir di daerah Copong, tempat mereka biasa mencari ikan. "Penangkapan ini diduga disertai kekerasan," kata Edy lewat keterangan tertulis, Sabtu, 12 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edy menceritakan peristiwa bermula saat kapal milik salah satu perusahan kembali menambang pasir pada pukul 06.00 WITA di daerah tangkapan para nelayan.
Satu setengah jam kemudian, ratusan nelayan yang didominasi ibu-ibu bersama mahasiswa dan aktivis lingkungan bergerak ke lokasi untuk protes. Mereka menggunakan 48 perahu tradisional untuk tiba di lokasi penambangan pasir.
Edy mengatakan para nelayan memang sudah sering memprotes penambangan pasir untuk membangun Makassar New Port ini. Nelayan menilai penambangan merusak habitat laut hingga menyebabkan mereka sulit mencari ikan.
Di lokasi itu, kata Edy, para demonstran menggelar aksi. Mereka berorasi ilmiah, membentangkan spanduk, dan mengelilingi kapal tambang dengan maksud menghentikan penambangan pasir laut. "Maka pada pukul 08.50, kapal milik perusahaan meninggalkan lokasi tambang," kata Edy.
Namun, pada pukul 09.40 WITA, dua perahu cepat milik Polisi Air dan Udara Polda Sulawesi Selatan menghadang para nelayan yang berniat pulang ke Pulau Kodingareng. Edy mengatakan polisi memepet dan menabrak perahu nelayan hingga penumpang di atas perahu nyaris terjungkal. Selain itu, stir perahu juga dirusak.
Edy melanjutkan, setelah itu polisi menarik dan menangkap 7 nelayan, 1 mahasiswa aktivis lingkungan, dan 3 jurnalis dari pers mahasiswa.
Satu nelayan mengalami kekerasan hingga berdarah di bagian wajah. Satu mahasiswa bernama Rahmat yang merekam penangkapan itu dengan ponselnya ikut ditangkap.
Edy mengatakan Rahmat dipukul di wajah dan badan, ditendang, serta diinjak lehernya. "Ponsel milik Rahmat yang dipakai merekam jatuh ke laut saat hendak disita oleh Polairud," kata dia.
Edy mengatakan 3 mahasiswa asal pers kampus ikut ditangkap meskipun sudah menunjukkan kartu identitas jurnalisnya. Ketiga anggota pers mahasiswa berasal dari Universitas Hasanuddin Makassar dan Mahasiswa Muslim Indonesia. "Polisi tak menghiraukan dan tetap menangkap mahasiswa tersebut," ujarnya.
Edy mengatakan ratusan nelayan sebenarnya ingin menyambangi kantor Polairud Polda Sulsel guna berunjuk rasa terhadap penangkapan. Akan tetapi, anak buah kapal tak bersedia mengangkut para nelayan. "Mereka tidak bersedia mengangkut para nelayan, karena mendapat ancaman dari pihak Polairud. Jika nekat mengangkut akan ditangkap," kata dia.