Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa, mengecam langkah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang melarang para terdakwa untuk mengenakan atribut keagamaan. Desmon menilai pengaturan atribut pakaian saat sidang masuk ke wilayah tata tertib sidang yang wewenangnya terdapat di Mahkamah Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hak apa Kejaksaan Agung soal itu? Jaksa itu soal sidangnya, tapi kalau soal tata tertib sidang yang mengatur itu Mahkamah Agung," ujar Desmond saat dihubungi Tempo, Ahad, 22 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal pernyataan Kejaksaan Agung yang menyebut atribut keagamaan dikhawatirkan mengganggu jalannya persidangan, Desmond keberatan dengan hal tersebut. Menurut Menurut politikus Partai Gerindra itu, atribut keagamaan yang digunakan saat persidangan merupakan hak individu.
Dibanding mengurus soal pakaian dan atribut keagamaan seorang terdakwa, Desmond menyarankan Kejaksaan Agung fokus pada mekanisme pengajuan tuntutan kepada terdakwa.
"Seharusnya Jaksa Agung (tak ikut campur) di urusan pribadi orang, mau dia alim atau urakan, enggak. Yang penting proses penuntutanya udah benar, ga? Kewenangan mengatur hal di luar peradilan kan ga ada dalam Undang-Undang Kejaksaan," kata Desmond.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin menyatakan kesal karena sejumlah terdakwa mendadak menggunakan atribut keagamaan pada saat persidangan. Padahal, menurut Burhanuddin, mereka tak menggunakan atribut tersebut sebelumnya.
"Perlu dicatat, kami tidak melarang mereka yang sudah terbiasa menggunakan, misalnya dia sudah menggunakan jilbab, dia sudah biasa pakai peci. Kita tidak melarang itu,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana yang dihubungi Tempo, Sabtu, 21 Mei 2022.
Ketut Sumedana menjelaskan bahwa Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan kepada penuntut umum agar tak menghadirkan terdakwa yang mendadak menggunakan atribut keagamaan seperti peci, jilbab atau jubah.
“Itu yang kita larang. Jangan sampai dibikin-bikin, gitu loh,” kata Ketut.