TEMPO.CO, Jakarta - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri memulai penyidikan dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pemberian pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pembiayaan diberikan LPEI kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) periode 2012 hingga 2016.
Kepala Kortastipidkor Inspektur Jenderal Cahyono Wibowo mengatakan, penyelidikan dugaan
korupsi di LPEI ini berawal dari temuan penyimpangan dalam proses pemberian pembiayaan yang tidak sesuai dengan prosedur di kembaga tersebut. "Akibatnya, dana yang disalurkan digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan tujuan awal, berujung pada kerugian negara yang besar," kata dia melalui keterangan resmi pada Jumat, 31 Januari 2025.
Sejak 2012 hingga 2014, LPEI memberikan pembiayaan kepada PT DST, yang mengarah pada kredit macet senilai Rp 45 miliar dan US$ 4,125 juta. Dengan skema novasi, PT MIF mengambil alih kewajiban PT DST, namun pembiayaan yang diberikan juga digunakan tak sesuai dengan ketentuan.
"Dana tersebut sebagian besar digunakan untuk membayar utang PT DST dan kepentingan lain yang tidak terkait dengan tujuan pemberian kredit," ujar Cahyono.
Selama periode 2014 hingga 2016, LPEI memberikan pembiayaan kepada PT MIF sebesar US$ 47,5 juta. Namun, proses pemberiannya penuh dengan penyimpangan dan melanggar ketentuan, termasuk analisis permohonan kredit yang tidak tepat dan minim monitoring terhadap penggunaan dana.
Selanjutnya pada 2022, PT MIF mengalami kebangkrutan. Perusahaan tersebut akhirnya gagal membayar utang kepada LPEI sebesar US$ 43,6 juta.
Hasil penyelidikan Kortastipidkor Polri menemukan adanya potensi TPPU yang berasal dari tindak pidana korupsi. "Di mana dana hasil pembiayaan yang disalurkan digunakan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” tutur Cahyono.
Hingga kini, penyidik Kortastipidkor telah memeriksa 27 saksi dan mengumpulkan berbagai dokumen tentang proses pemberian pembiayaan, perjanjian kredit, serta hasil audit yang menunjukkan adanya penyimpangan. Selain itu, penyidik juga telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendalami dugaan pencucian uang dalam kasus ini.
Cahyono menyebut, proses penyidikan akan terus dilakukan secara profesional untuk mengidentifikasi tersangka dan mengembalikan kerugian negara. Dia berharap, penuntasan kasus ini dapat memberikan efek jera dan menjaga integritas lembaga keuangan negara. “Penyidikan ini akan terus kami lakukan dengan komitmen tinggi untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab, serta memastikan bahwa keuangan negara dapat dipulihkan,” ujar Cahyono.
Pilihan Editor: Kasus Pungli WNA Cina, Semua Pejabat Imigrasi Soekarno-Hatta Dicopot Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini