Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur atau JATAM Kaltim menyangsikan pernyataan Menko Maritim Luhut Panjaitan yang menyebut pemindahan ibu kota sekaligus untuk penertiban tambang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Itu hanya kedok untuk memuluskan mega proyek tersebut. Apakah Luhut selaku Menko Kemaritiman berani menertibkan sejumlah pertambangan yang bermasalah, termasuk tambang yang dia miliki,” kata Dinamisator JATAM Kaltim Pradarma Rupang kepada Tempo, Rabu malam, 28 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan salah satu momentum untuk menertibkan pertambangan. Ia mengakui, saat ini banyak konsesi tambang yang menabrak kawasan lindung.
"Sekalian penertiban. Di sana, (perusahaan tambang) harus menambang dengan aturan yang bagus. Masalah lingkungan harus jadi perhatian," ujar Luhut kala ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2019.
Presiden Jokowi telah memutuskan ibu kota baru di wilayah Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara. Dua wilayah itu menurut JATAM banyak dikuasai konsesi pertambangan dan sawit.
Berdasarkan catatan JATAM Kaltim, sejak 2012 terjadi konflik penyerobotan lahan dan kasus perusakan lingkungan yang dialami warga di Kalimantan Timur.
Konflik itu dialami petani muara Jawa , Sanga-Sanga dan Loa Janan. Lebih dari 1300 lahan petani di rampas oleh perusahaan sawit dan tambang.
Pradarma mengatakan Luhut memiliki lahan tambang juga di Kalimantan Timur. Ia mencatat ada empat perusahaan tambang milik Luhut.
"Apakah Luhut akan memastikan penertiban perusahaan-perusahaan tersebut?" kata Pradarma. Ia menyangsikan langkah itu akan dilakukan.
Sebelumnya, Jatam Kaltim juga memaparkan soal penguasaan izin lahan oleh PT ITCI di lokasi pemindahan ibu kota baru. Mereka menyebut, nama adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo sebagai pihak yang akan diuntungkan karena memiliki lahan di sana.
“Jadi kami harus fair, bukan hanya mengungkap persoalan salah satu pihak,” kata dia.
Hal lain yang membuat Jatam Kaltim sangsi ialah tercemarnya sungai Ciliwung dan parahnya kualitas udara di Jakarta. Menurutnya, Ibu Kota negara saat ini di Jakarta, tapi persoalan lingkungan tersebut hingga saat ini belum bisa diatasi.