PAK Guru Tohirin kelihatan penasaran sekali ketika, pagi itu, ia datang ke SD Negeri Sindangsari I Majenang, Cilacap. Kepada kepala sekolah, Ibu Titi, ia minta dipertemukan dengan Bu Guru Musmiah, yang sedang memberi pelajaran Matematika di kelas lima. Begitu yang dicari muncul, Tohirin- yang datang bersama istri, seorang anak, dan keponakannya- langsung menuding. "Kamu yang bikin isu bahwa anak saya ikut menghamili Ning, 'kan? Ayo mengaku," kata Tohirin, 44, guru Kesenian di SMP Negeri Majenang. Merasa tak bersalah, Musmiah, dengan gugup menjawab, "Tidak!" Tohirin kontan menjambak rambutnya dan menampar. Tamparan berikutnya tak sampai karena beberapa guru, rekan Bu Mus, menghalanginya. Lalu Purwadi, anak Tohirin, yang juga guru dan diisukan menghamli Ning, maju dan mendaratkan dua buah pukulan ke wajah Bu Mus, 44. Musmiah berlari ke arah SD Sindangsari II, tempat suaminya mengajar. Seorang guru lain, Siti Sundari, yang mencoba menghalangi Purwadi, terkena pukul juga. "Waktu itu, untung, saya bisa menahan emosi. Kalau tidak...," kata Abdul Eattah, suami Musmiah, yang ternyata adik Tohirin sendiri. Peristiwa yang terjadi 16 Desember tahun lalu itu boleh dibilang peristiwa kecil saja. Soal penganiayaan ringan. Hanya saja,"karena yang terlibat para guru, perkaranya jadi lain," kata sumber di kantor P&K Cilacap. Gadis Ning, siswi sebuah SMTA memang diketahui hamil. Kabarnya, gara-gara ulah empat guru. Purwadi sempat disebut-sebut sebagai salah seorang yang ikut menghamili. Namun, hal itu tampaknya tidak benar. Kepada orangtuanya, Ning, yang kini diungsikan ke Jakarta, mengaku tak ada hubungan dengan Purwadi. Yang menghamilinya, tak lain, lelaki yang masih punya hubungan keluarga. Kebetulan, lelaki ini juga seorang guru SD. "Tapi saya tak pernah mengatakan bahwa Purwadi ikut terlibat. Saya hanya mendengar ada orang-orang yang mengatakan begitu," kata Musmiah. Fattah pun tak percaya bahwa hal itu yang dijadikan alasan Tohirin untuk memukul istrinya. Ia menduga, kakaknya itu sebenarnya benci kepadanya. Pasalnya: soal warisan "Tapi itu peristiwa empat tahun yang lalu. Tak ada gunanya diungkit lagi," kata Fattah. Masalah pemukulan itu sendiri kini memang telah dianggap selesai. Tohirin sendiri sudah menyatakan menyesal. "Saat itu barangkali saya sedang dirasuki iblis karena kelewat emosi," kata Pak Guru itu, yang sering memberi ceramah agama. Pekan lalu, pihak-pihak yang bersengketa telah didamaikan. Dan kini, "Tak ada persoalan apa-apa lagi," kata sumber di P&K Cilacap. Hanya saja, kata sumber itu, "Kalau hanya karena soal sepele, lalu persoalannya diselesaikan di sekolah, 'kan memalukan kasihan muridnya. Kalau guru kencing berdiri, bagaimana nanti anak didiknya?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini