Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlidungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PP ini terbit setelah munculnya sejumlah masalah kekerasan dan pelanggaran kerja yang menimpa awak kapal migran, alias yang bekerja di luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PP ini merupakan turunan dari Pasal 64 UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. PP ini juga diterbitkan untuk melindungi awak kapal migran dari perdagangan manusia, perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia.
"Serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia," demikian tertuang di bagian penjelasan, dalam PP yang diteken Jokowi pada Rabu, 8 Juni 2022.
Di sisi lain, PP ini terbit di tengah berlangsungnya proses gugatan oleh tiga mantan Anak Buah Kapal atau ABK terhadap Jokowi di PTUN Jakarta. Gugatan ini terdaftar dengan perkara nomor 145/G/TF/2022/PTUN.JKT ini sudah terdaftar sejak 31 Mei.
Perkara tersebut kini memasuki tahap pemeriksaan persiapan pada 15 Juni 2022. Dalam perkara ini, penggugat juga meminta pengadilan mewajibkan Jokowi segera menetapkan PP tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan, yang kini sudah diundangkan tersebut.
PP yang terbit ini berjumlah 54 halaman dan terdiri dari 46 pasal. Selain untuk awak kapal, aturan ini berlaku bagi tiga pelaksana penempatan. Sejumlah ketentuan diatur, salah satunya di Pasal 3 yang langsung mengatur soal awak kapal yang bekerja secara perseorangan.
Awak kapal boleh bekerja secara perseorangan, tapi risiko ketenagakerjaan menjadi tanggung jawab sendiri. Awak kapal ini juga dilarang bekerja pada pemberi kerja atau prinsipal perseorangan.
Bila hal itu tetap terjadi, maka tanggung jawab yang timbul dari hubungan ketenagakerjaan dilaksanakan sesuai PKL (Perjanjian Kerja Laut).
Berikutnya, Pasal 4 mewajibkan awak kapal yang bekerja secara perseorangan untuk melaporkan sejumlah informasi. Pertama yaitu soal rencana keberangkatan secara daring atau luring kepada Dinas Kabupaten atau Kota, atau Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) Pekerja Migran Indonesia.
Mereka harus melampirkan delapan dokumen. Mulai dari paspor, buku pelaut, PKL, bukti kepesertaan program jaminan sosial, surat keterangan sehat berdasarkan pemeriksaan kesehatan dan psikologi, visa kerja, dokumen identitas pelaut, sertifikat kompetensi kerja, sertifikat keahlian pelaut, dan atau sertifikat keterampilan pelaut
Selain itu, awak kapal ini juga harus melaporkan kedatangan kepada Perwakilan Republik Indonesia secara daring melalui Portal Peduli Warga Negara Indonesia atau luring.