Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavaian melarang Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) atau siapa pun untuk menggelar aksi di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya sudah menegaskan kepada Kapolda Metro, kepada Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), tidak memberikan izin di depan MK," kata Tito di kantornya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 25 Juni 2019.
Tito menuturkan, alasan pelarangannya tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Di dalam Pasal 6 UU itu, kata Tito, ada lima unjuk rasa yang tidak boleh, diantaranya tidak boleh mengganggu ketertiban umum, publik, dan tidak boleh menganggu hak asasi orang lain dan harus menjaga kesatuan bangsa.
Keputusan itu juga didasari dari kejadian kerusuhan dalam aksi 21-22 Mei 2019. Di mana akibat kerusuhan tersebut, 9 orang tewas dan puluhan orang lainnya luka-luka.
Sebanyak 47 ribu personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan MK. Rinciannya, terdapat 17 ribu personel TNI dan 28 ribu personel Polri. Kemudian ada pula anggota pemerintah daerah sebanyak 2 ribu orang.
Sementara, untuk fokus pengamanan di MK sendiri akan ada 13 ribu personel. Lalu, ada personel yang berjaga di objek vital nasional lainnya, seperti Istana Kepresidenan, kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan beberapa kedutaan.
Sebagaimana diketahui, MK akan mengumumkan putusan hasil gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 pada 27 Juni 2019 mendatang.