Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo akan mengajukan banding atas vonis 5 tahun penjara dalam kasus korupsi ekspor benur. Rencana itu disampaikan oleh pengacaranya, Soesilo Aribowo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami akan ajukan banding,” kata Soesilo lewat pesan tertulis, Jumat, 23 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soesilo mengatakan ada sejumlah pertimbangan dalam pengajuan banding. Salah satunya mengenai pasal yang dikenakan ke Edhy. Dia mengatakan kalaupun Edhy harus dihukum, maka seharusnya Edhy dijerat dengan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Pasal itu lebih relevan,” kata dia.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjerat Edhy dengan Pasal 12 UU Tipikor. Beda Pasal 11 dan 12 UU Tipikor salah satunya adalah lama hukuman. Pasal 12 memiliki maksimal hukuman 20 tahun penjara, sementara Pasal 11 hanya 5 tahun penjara.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan dalam kasus suap ekspor benih lobster. Hakim menyatakan Edhy bersama bawahannya terbukti menerima suap US$ 77 ribu dan Rp 24,6 miliar untuk mempermudah pengajuan ekspor benur.
“Menyatakan terdakwa edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Albertus Usada dalam sidang yang disiarkan daring, Kamis, 15 Juli 2021.
Selain pidana pokok, hakim mewajibkan Edhy membayar uang pengganti sebanyak US$ 77 ribu dan Rp 9,6 miliar. Hakim mencabut hak politik Edhy untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Menurut hakim, Edhy tidak sendirian menikmati uang suap ekspor benih lobster, melainkan juga dipakai oleh para bawahannya. Itu yang menyebabkan jumlah uang yang harus dibayarkan Edhy tidak sama dengan total duit suap yang diterima. Adapun bawahannya yang dinyatakan turut menikmati duit haram itu adalah dua staf khusus Menteri KKP, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris pribadi, Amiril Mukminin; pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi.
Majelis hakim menimbang hal yang memberatkan, Edhy Prabowo dianggap tidak mendukung program pemberantasan korupsi, tidak memberikan teladan yang baik dan menikmati uang hasil korupsinya. Sementara pertimbangan yang meringankan, Edhy dianggap berlaku sopan, belum pernah dihukum dan harta hasil korupsi telah disita. Vonis majelis hakim, sama dengan tuntutan jaksa KPK yaitu 5 tahun penjara. Jaksa KPK masih pikir-pikir untuk mengajukan banding.