Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kata Komnas Perempuan Soal Wacana Hukum Rajam Pelaku Pelecehan Seksual di Aceh

Andy menanggapi wacana penerapan hukum rajam serta hukuman ganda bagi pelaku pelecehan seksual di provinsi Aceh.

11 September 2020 | 14.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Jakarta, Jumat, 17 Juli 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menilai bentuk penghukuman terhadap pelaku pelecehan seksual perlu mempertimbangkan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) yang menjadi ruh dari konstitusi dan UU Pemerintahan Aceh. "Bahkan dari MoU Helsinki," kata Andy kepada Tempo, Jumat, 11 September 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Andy menanggapi wacana penerapan hukum rajam serta hukuman ganda bagi pelaku pelecehan seksual di provinsi Aceh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Andy, perlu ada peninjauan ulang menyeluruh pada pelaksanaan qanun jinayat (hukum pidana yang berlaku bagi masyarakat Aceh yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai syariat Islam), khususnya pada kasus perkosaan dan pelecehan seksual.

"Peninjauan perlu memastikan bukan saja pemidanaan pelaku, melainkan akses perempuan korban pada keadilan dan pemulihan," katanya.

Selain itu, Andy juga menyarankan agar upaya pencegahan pelecehan seksual ditingkatkan.

Komisi I DPR Aceh sebelumnya mewacanakan penerapan hukuman rajam serta hukuman ganda bagi pelaku pelecehan seksual di provinsi tersebut. Menurut Ketua Komisi I DPR Aceh Tgk Muhammad Yunus M Yusuf, hukuman rajam serta hukuman ganda bagi pelaku kekerasan seksual bertujuan menimbulkan efek jera maupun pembelajaran agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya.

Yunus mengatakan pelaku zina dalam Islam bisa dihukum mati. Hukuman rajam, kata dia, merupakan hukuman mati yang dilakukan secara perlahan-lahan. Sedangkan untuk hukuman ganda, ujar Yunus, pelaku selain dihukum cambuk berdasarkan hukum syariat Islam di Aceh, juga bisa dikenakan hukuman pidana.

Menurut politikus Partai Aceh itu, sebelum wacana ini dikembangkan, perlu ada kesimpulan bersama para pihak, yaitu pengadilan negeri, mahkamah syariah, kepolisian, Pemerintah Aceh dan lain-lain. "Tujuannya bagaimana menguatkan pelaksanaan hukuman syariat Islam di Aceh. Jadi, perlu formulasi bagaimana perbuatan pelecehan seksual tersebut mendapatkan hukuman setimpal," kata Yunus.

FRISKI RIANA

Friski Riana

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus