Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Medan - Tim Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menerima pelimpahan berkas perkara lima tersangka tindak pidana korupsi seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ratusan guru di Kabupaten Langkat dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polisi Daerah Sumut. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Adre W. Ginting menyampaikan, perbuatan para tersangka dimaksud dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Satu tersangka ditahan di Rutan Wanita Klas 1 Medan, lainnya di Rutan Klas 1 Tanjung Gusta Medan, mulai hari ini sampai 1 Februari," kata Adre, Senin, 13 Januari 2025. Jaksa Penuntut Umum akan menyiapkan dakwaan dan segera melimpahkannya ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan untuk disidangkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus ini bermula dari demonstrasi panjang oleh ratusan guru honorer yang menjadi korban praktik percaloan seleksi PPPK Kabupaten Langkat pada 2023 lalu. Mereka berunjuk rasa ke Polda Sumut, PTUN Medan, kantor bupati sampai DPRD Langkat.
Koordinator Aliansi Guru Pejuang PPPK Honorer Langkat Irwansyah menuntut Polda Sumut mengusut tuntas kasus ini dan Pemkab Langkat membatalkan hasil seleksi 2023.
Pada Maret 2024, Polda Sumut menetapkan dua tersangka yaitu Kepala SDN 055975 Pancur Ido Awaluddin dan Kepala SD 056017 Tebingtanjungselamat Rahayu Ningsih. Kemudian pada 31 Desember 2024, polisi menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat Eka Syaputra Depari, dan Kepala Seksi Kesiswaan Bidang SD Dinas Pendidikan Langkat Alek Sander sebagai tersangka. Namun kelimanya tidak ditahan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan yang mendampingi para korban menilai kecurangan yang terjadi bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, PermenpanRB Nomor: 14 Tahun 2023, Kemendikbud 298, ICCPR dan Duham. "Polisi juga belum mengungkap aktor intelektual kasus percaloan ini," kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra.
LBH Medan telah menyerahkan berbagai bukti ke polisi untuk mengungkap kasus ini. Salah satunya bukti rekaman suara guru bernama Angga yang berbicara dengan tersangka Rahayu pada 24 Desember 2023, dua hari setelah pengumuman seleksi. Angga merupakan guru honorer yang menyetor uang puluhan juta kepada Rahayu namun tak lolos seleksi. Dalam pembicaraan itu, Angga pun meminta Rahayu mengembalikan uangnya.
“Sabar kenapa? Apa enggak percaya kau sama ibu? Kan butuh waktu mengambil duit kalian, berhari-hari juga,” kata Rahayu dalam rekaman yang didengar Tempo.
"Penyidikan kasus ini memakan waktu satu tahun. Perjuangan para guru honorer dalam kasus a quo penuh air mata dan pengorbanan. Bahkan ada yang mendapat intimidasi. Alhamdulillah, kelimanya akan segera diadili," ucap Irvan.
Menurut dia, penahanan para tersangka menjadi peringatan terhadap penyelenggaraan negara agar tidak berkhianat kepada rakyat. Irvan menyebutkan pengusutan kasus ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan agar melakukan pendidikan yang bersih, beradab, berkualitas dan berdaya saing.
"Dari awal mengadvokasi kasus ini, kami menduga ada keterlibatan plt bupati dan Sekda Langkat. Mana mungkin kelima tersangka berani melakukan perbuatannya tanpa diketahui pimpinan tertingginya," ujar Irvan.
Pasca-putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan pada 26 September 2024 yang memenangkan ratusan guru honorer Langkat melawan bupati Langkat, pengumuman hasil seleksi PPPK 2023 formasi guru dinyatakan batal sehingga harus dicabut serta diumumkan ulang berdasarkan hasil Computer Assisted Test-Badan Kepegawaian Negara (CAT-BKN).
Atas putusan tersebut, tergugat Bupati Langkat melakukan upaya hukum banding pada 8 Oktober 2024 sehingga secara hukum sengketa berlanjut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau PTTUN Medan. Pada 10 Januari 2025, majelis hakim menjatuhkan amar putusan menerima permohonan banding/semula Tergugat dan Pembanding/semula Tergugat 2 Intervensi. Menguatkan Putusan TUN Medan Nomor 30/G/2024/PTUN.MEDAN tanggal 26 September 2024 yang dimohonkan banding.
Hakim menghukum pembanding/semula tergugat dan pembanding/semula tergugat 2 intervensi untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng pada kedua tingkat pengadilan yang untuk pengadilan tingkat banding ditetapkan sebesar Rp 250 ribu.
"Putusan PTTUN membuktikan proses seleksi PPPK Langkat 2023 cacat administrasi, bertentangan dengan hukum dan HAM. Kami mendesak bupati Langkat segera melaksanakan putusan untuk memberi keadilan dan kepastian hukum terhadap ratusan guru honorer," ujar Irvan.