Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta - Keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II, Maria Katarina Sumarsih, ibu dari almarhum Bernardinus Realino Norma Irmawan; dan Ho Kim Ngo, ibu almarhum Yap Yun Hap, melayangkan gugatan terhadap Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (TUN) Jakarta. Gugatan diwakili Koalisi Untuk Keadilan Semanggi I dan II sebagai kuasa hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota koalisi, Muhammad Isnur, mengatakan gugatan ini dilayangkan lantaran Jaksa Agung saat rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR RI pada 16 Januari 2020 menyebut jika peristiwa Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat. Burhanuddin, ucap Isnur, juga menyebut jika Komnas HAM seharusnya tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pernyataan Jaksa Agung jelas menyalahi proses hukum untuk penyelesaian kasusnya di pengadilan HAM yang sampai saat ini masih berlangsung antara Komnas HAM dan Jaksa Agung. Tindakan sembrono Jaksa Agung juga mengaburkan fakta bahwa peristiwa Semanggi I dan II adalah Pelanggaran HAM Berat," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 12 Mei 2020.
Menurut Isnur, pernyataan jaksa agung itu bagian dari tindakan pemerintahan yang masuk dalam konstruksi Produk Tata Usaha Negara. Sebabnya ia mengklaim langkah koalisi menggugat ke PTUN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2000 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun)
"Gugatan ini dilayangkan ke pengadilan TUN karena saat berbicara di rapat Komisi III DPR RI tersebut Jaksa Agung bertidak sebagai pejabat publik yang menghalangi kepentingan keluarga korban Tragedi Semanggi untuk mendapatkan keadilan atas meninggalnya para korban Peristiwa Semanggi I dan II," ujar Isnur.
Menurut Isnur, pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan: “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang diperkarakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi". Ucapan jaksa agung dianggap menciderai perjuangan keluarga korban dan seluruh masyarakat yang mendukungnya untuk menghadirkan keadilan dan kebenaran peristiwa.
"Tidak menutup kemungkinan bahwa pernyataan ini dapat mempengaruhi narasi publik mengenai peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II dan juga melanggengkan praktik impunitas yang menghambat proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia," kata Isnur.
AHMAD FAIZ