Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) turut memberikan perhatian terkait dugaan kasus kekerasan yang dialami pekerja perempuan di Brandoville Studios.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA Ratih Rachmawati mengaku khawatir jika penanganan kasus terlalu lama, bos dari Brandoville Studios yang saat ini menjadi terlapor menghilangkan jejak dan kabur ke luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tentunya kami berharap proses penegakan hukum ini bisa berjalan dengan cepat. Apalagi pelaku ini Warga Negara Asing (WNA). Kekhawatiran masyarakat juga, takutnya dia akan meninggalkan Indonesia. Ini perlu dipikirkan dari pihak kepolisian,” ungkap Ratih kepada Tempo, Senin, 16 September 2024.
Dia mengatakan KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) DKI Jakarta untuk memastikan korban, CS, mendapatkan perlindungan hukum dan psikologis.
Pihak UPTD PPA, kata Ratih, telah berupaya menghubungi korban dan membuat janji untuk melakukan asesmen awal terkait kondisi korban. “Sudah terjadwal hari Selasa, 17 September 2024 nanti. Spesifiknya juga untuk meminta layanan konsultasi hukum,” kata Ratih.
Mantan karyawan Brandoville Studios inisial CS menceritakan pengalamannya mendapatkan kekerasan dari bosnya di media sosial X. Ia mengaku pernah dieksploitasi hingga harus pulang dini hari. CS juga mengaku pernah dihukum naik turun tangga sebanyak 45 kali dalam keadaan hamil besar dan seringkali pulang larut malam.
“Dalam keadaan hamil besar, seringkali terpaksa pulang larut malam, bahkan sampai jam 3 pagi untuk hal-hal yang tidak produktif, seperti membahas hal-hal yang bersifat gosip. Sehingga mempengaruhi kesehatan fisik dan mental selama hamil,” ucap korban.
Saat korban mengomunikasikan bahwa kondisi kesehatan diri dan janinnya semakin melemah, Cherry Lai diduga tetap memaksa korban untuk tetap bekerja.
Akibatnya korban melahirkan prematur dan tak lama setelah itu bayi korban meninggal dunia. Selanjutnya, korban menyebut Cherry Lai sama sekali tak bersimpati atas kejadian tersebut dan justru memarahi korban karena tidak masuk bekerja.