Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tetangga rumah yang dijadikan markas pabrik ekstasi jaringan Fredy Pratama menceritakan kesaksiannya tentang rumah bernomor B6 itu. Selama bertetangga di Perumahan Taman Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara itu, dia mengaku tak pernah melihat sosok empat orang anak buah Fredy Pratama itu sampai polisi menetapkan mereka sebagai tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga yang tak mau disebutkan namanya itu bercerita, saat pertama meninggali rumah, anak buah Fredy Pratama berdalih sedang mencari hunian untuk keluarganya yang sakit. Dia mengaku mendengar dari Ketua RT perihal alasan ini. “Di sini biasanya ngurus ke RT/RW dulu,” ujar dia saat ditemui di kompleks perumahan itu, Senin, 8 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama rumah itu dijadikan pabrik ekstasi, warga ini mengaku tak menangkap sesuatu yang mencurigakan. Namun beberapa hari sebelum penggerebekan, dia mengaku mendapatkan informasi dari Ketua RT—yang masih merupakan keluarganya—tentang adanya pengintaian dari kepolisian terhadap rumah itu. Namun, dia tak boleh menceritakannya kepada warga lain.
Direktur Tindak Pidana Narkoba, Brigadir Jenderal Mukti Juharsa mengatakan, memang selain keempat tersangka kaki tangan Fredy Pratama, ada seorang ayah yang tengah strok dan istri tersangka yang tengah hamil tinggal di rumah itu. "Dia (istri) enggak tahu apa-apa," ujar Mukti saat ditemui di depan rumah itu, Senin, 8 April 2024.
Warga lain yang ditemui Tempo bercerita, dia pernah sekali melihat anak buah Fredy Pratama itu. Ketika mengantarkan anaknya pulang sekolah, dia mengaku menyaksikan penghuni rumah itu masuk menyeret sebuah kopor. Dia keheranan sebah saat itu bukan masa liburan. Namun, dia tak bisa memastikan isi kopor itu.
Pantauan Tempo, rumah berlantai dua itu memiliki kebun kecil di halamannya. Garis polisi berwarna kuning telah merentang dari ujung gerbang hingga pagar rumah. Dari luar, orang tak bisa melihat penghuni rumah kecuali ia berada di atas balkon. Di depan garasi, tampak sebuah mobil BMW berkelir hitam terparkir. Polisi telah menyita kendaraan itu sebagai barang bukti.
Empat hari usai penangkapan tersangka, rumah itu masih menyebarkan serbuk zat kimia yang membuat mata siapa pun yang memasuki atau sekadar melintas di depannya pedih. Ketika memasuki rumah itu, Tempo memerlukan bantuan kacamata google untuk menjaga mata tidak pedih. Polisi menyebut kondisi sebelumnya lebih parah. "Hampir sama pedihnya dengan gas air mata," ujar Mukti Juharsa. Zat kimia itu berangsur-angsur netral.
Di ruang tamu, tampak puluhan botol berjejer bersanding dengan kardus, dirijen, gentong, hingga karung berisi serbuk berwarna putih. Di depannya, polisi memasang garis pembatas merah. Tempo tak berhak melintasi garis itu. Sebuah kipas angin besar telah terpasang untuk mengalihkan serbuk zat kimia yang memedihkan mata itu ke arah luar.
Pilihan Editor: 100.776 Kendaraan Tinggalkan Jakarta pada Mudik Lebaran 2024