Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam membantah soal adanya kesepakatan sanksi terhadap eks Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya tidak mendengar kesepakatan apapun ya terkait proses etik ini. Soal sanksi PTDH, Demosi atau sanksi-sanksi lain itu tergantung pada perbutannya," kata Anam saat dikonfirmasi Tempo melalui voice note WhatsApp pada Selasa, 18 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anam mengatakan sanksi PTDH yang dijatuhkan kepada Bintoro sudah melalui pemeriksaan barang bukti, dan tingkat keseriusan perbuatannya. "Perbutannya ini termasuk serius atau enggak, dan konstruksi peristiwanya juga diuji. Maka muncullah PTDH," ucapnya.
Setelah ditemukan barang bukti baik itu berupa uang maupun barang, akan dikembalikan ke Pengamanan Internal (Paminal), dan barang bukti tersebut akan dihadirkan kembali di sidang KKEP. "Jadi kalau ada kesepakatan dan sebagainya, orang peristiwanya saja sudah diuji,"kata Anam.
Terpisah, kuasa hukum mantan AKBP Bintoro, OC Kaligis akan mengajukan banding atas sanksi yang dikenakan oleh kliennya yakni Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) di sidang kode etik yang digelar pada Jumat, 7 Februari 2025 di gedung Promoter Polda Metro Jaya.
"Kami akan ajukan banding," ucap Kaligis saat ditemui Tempo di kantornya di kawasan Jakarta Pusat pada Rabu, 12 Februari 2025.
Usai Bintoro mendapat sanksi PTDH oleh Majelis Hakim Kode Etik, Kaligis mengatakan dia langsung mendapat telepon dari Bintoro untuk mengajukan banding. "Selesai sidang, dia (Bintoro) telepon saya, dia minta ajukan banding," ucapnya.
Eks Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan itu menolak dijatuhi sanksi PTDH. Sebab menurut pernyataan Kaligis, bila Bintoro mengembalikan seluruh uang yang ia terima, maka ia hanya dikenakan sanksi demosi atau penurunan jabatan, dan tidak sampai dipecat.
"Sudah ada perjanjian ya dari Paminal, kalau uangnya dikembalikan, hukumannya sampai Demosi saja. Tapi ini kenapa tetap PTDH?" tutur dia.
Kepada Kaligis, Bintoro mengaku telah menerima uang Rp 240 juta dari pengacara Evelin Dohar Hutagalung, yang saat itu sebagai pihak kuasa hukum dari dua tersangka pembunuhan remaja perempuan inisial FA (16 tahun) yaitu Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Haryoto.
Uang itu diberikan Evelin secara cash kepada Bintoro untuk biaya operasional. Namun, menurut pernyataan Bintoro yang disampaikan melalui Kaligis, Bintoro tidak bisa memberikan SP3 terhadap Arif dan Bayu, karena kasusnya pembunuhan.
"Klien kami sudah bilang, kasusnya tidak bisa SP3, tapi Evelin tetap beri uang ke klien kami katanya untuk biaya operasional," kata Kaligis.
Kaligis optimis menang perihal upaya banding yang tengah dipersiapkan untuk Bintoro. Sebab Kaligis menilai kliennya tidak melakukan pemerasan ataupun menerima suap.
"Kasusnya juga jalan ya sudah masuk ke Kejaksaan tanggal 29 Mei 2024, lalu dia ditengah jalan kan dipindah tugas ke Polda Metro Jaya," tutur dia. Dalam upaya banding yang sedang disiapkan, Kaligis juga berdalih akan membersihkan nama baik AKBP Bintoro.