Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam langkah pemerintah yang melibatkan Badan Intelijen Negara atau BIN untuk menyosialisasikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di sejumlah wilayah. Menurut KontraS, langkah ini merupakan bentuk eksesifnya intelijen dalam melaksanakan tugas di luar tupoksinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami menilai bahwa keterlibatan ini juga semakin memantik eskalasi ketakutan di masyarakat, khususnya dalam membahas berbagai permasalahan yang masih tercantum dalam draf RKUHP terbaru," ujar Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangannya, Rabu, 31 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Fatia, penolakan terhadap RKUHP yang saat ini muncul di masyarakat, seharusnya tidak ditanggapi melalui intelijen oleh negara. Sebab menurut dia, diskursus yang terbangun di publik soal penolakan RKUHP tidak membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional sebagaimana diatur dalam UU Intelijen.
"Sehingga, tidak ada satupun urgensi untuk melibatkan intelijen dalam proses sosialisasi suatu regulasi pemerintah," kata Fatia.
Cara Orde Baru
Fatia Maulidiyanti mengatakan pemerintah selama ini terkesan menghalalkan berbagai cara untuk mengakselerasi berbagai agendanya, terlebih ketika mendapatkan pertentangan di masyarakat. Saat ini, politik yang digunakan adalah pengerahan kekuatan dengan menerjunkan aparat dan intelijen untuk menyelesaikan persoalan.
Menurut dia, cara-cara semacam ini merupakan propaganda politik masa Orde Baru dan merupakan ancaman yang sangat berbahaya. Sebab, menurut dia, hal ini akan menciptakan teror yang akhirnya makin menyempitkan ruang berekspresi.
Sementara itu Staf Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian menjelaskan, BIN akan dikerahkan untuk mengidentifikasi gerakan masyarakat khususnya yang menolak RKUHP. Padahal, menurut dia, Proses pembuatan UU seharusnya didekati dengan cara-cara dialogis, bukan menyebar ketakutan dengan mengintai dan memata-matai masyarakat.
Keterlibatan BIN ini sebelumnya diungkapkan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy. Ia mengatakan pelibatan BIN dalam sosialisasi ini merupakan instruksi dari Presiden Joko Widodo.
“Memang instruksi presiden pada rapat (rapat terbatas) tanggal 2 Agustus 2022, menginstruksikan kami jajaran pemerintah ada beberapa hal. Pertama, sosialisasi RKUHP ini harus dilakukan secara masif,” kata Eddy.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.