Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - RMD, ibu dari anak 12 tahun korban dugaan pelecehan seksual melalui manipulasi artificial intelligence atau AI, telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya, pada Senin, 11 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum RMD, Izza D. Reza, mengonfirmasi hal itu. “Akhirnya memutuskan untuk melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya,” kata Izza kepada Tempo dalam jawaban tertulis yang dikutip Sabtu, 16 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan RMD teregister di nomor LP/B/6841/Xl/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA. Mereka melaporkan pelaku atas dugaan pelanggaran Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 48 jo. Pasal 32 dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Izza menjelaskan, salah satu pertimbangan mereka untuk melapor ke Polda ialah adanya satuan kerja Direktorat Reserse Siber yang dipercaya bisa menangani kasus ini. “Mengingat kasus ini memiliki potensi besar untuk dapat dilakukan laporan pelanggaran terhadap UU ITE,” tutur Izza. “Asumsi dan harapan kami, laporan kami dapat diterima dan dijalankan dengan baik.”
Dalam laporan Tempo berjudul 'Editan Berujung Pidana’, seorang anak perempuan berusia 12 tahun diduga menjadi korban pelecehan seksual usai rekan kerja ibunya memanipulasi fotonya menjadi tanpa busana. Pelaku menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk membuat foto anak itu seolah menjadi perempuan usia 17 tahun. Dia mengirimkan gambar tersebut kepada RMD melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp.
Ketika sang ibu berniat untuk melapor soal dugaan pelecehan ini ke kepolisian, polisi menolak laporannya. Alasannya, tidak ada tindak pidana pelecehan seksual dalam peristiwa itu karena pelaku tidak pernah menyentuh korban. Mereka pun mengarahkan sang ibu untuk melapor menggunakan pasal UU ITE.
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nurma Dewi membenarkan soal laporan itu. Nurma menyatakan laporan tersebut tak bisa diproses oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) karena memang tidak ada kontak fisik antara korban dan pelaku.
"Kemarin, kami sudah berkoordinasi bahwa dia tidak disentuh dan tak ada kontak fisik. Hanya mukanya yang dipakai untuk dijadikan konten," ucap Nurma pada Rabu, 6 November 2024.
Nurma mengatakan bahwa ibu korban sudah diarahkan ke Unit Kriminal Khusus (Krimsus). Menurut dia, kasus ini lebih tepat untuk ditangani oleh unit tersebut karena ada unsur penyebaran konten asusila secara digital. "Dia memaksakan untuk diproses di Unit PPA," ujar Nurma.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, tindakan pelaku termasuk ke dalam kategori kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). “Tentu saya punya catatan keprihatinan kalau itu tidak dipahami sebagai sebuah tindakan kekerasan,” kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah kepada Tempo melalui sambungan telepon, Jumat, 8 November 2024.
Ai menjelaskan, pelanggaran pelaku tak hanya soal penyalahgunaan media elektronik. Pasal 4 ayat (1) huruf i Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah mengenal KSBE sebagai salah satu bentuk tindakan kekerasan seksual. Sementara jika menggunakan UU ITE untuk menjerat pelaku, yang dipidanakan hanya transaksi atau peristiwa penyebaran foto itu saja. Padahal, sudah ada unsur kekerasan dalam kasus ini. “Tidak bisa parsial dalam menentukan jenis pelanggaran yang terjadi,” tutur Ai.
Pilihan Editor: Bea Cukai Soekarno-Hatta Tangkap 2 Perempuan Penyelundup 7,6 Kilogram Ekstasi