Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan uang senilai Rp 27 miliar yang diserahkan oleh pengacara terdakwa kasus korupsi BTS (Base Transciever Station) Irwan Hermawan, Maqdir Ismail, sebagai barang bukti untuk perkara atas nama Windi Purnama. Windi merupakan pihak yang disebut sebagai orang kepercayaan Irwan untuk membagikan uang korupsi tersebut ke berbagai pihak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mengenai uang Rp 27 miliar, statusnya telah disita oleh penyidik dalam perkara WP," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Senin, 11 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi mengatakan, mengenai siapa pemberi dan untuk apa uang itu, akan terbuka di persidangan.
"Nanti seperti apa, kita lihat nanti proses persidangan, yang penting transparan dan keterbukaan," kata Kuntadi di tempat yang sama.
Uang Rp 27 miliar masuk dalam berkas perkara Windi
Kuntadi mengatakan, penyidik Jampidsus Kejagung telah memasukkan kaitan uang Rp 27 miliar tersebut dalam berkas perkara Windi Purnama.
"Tentang apa bagaimananya sudah kami lengkapkan dalam perkaranya. Nanti di sidang mari kita lihat sejauh mana kaitanya itu," kata Kuntadi.
Sebelumnya, Maqdir menyerahkan uang senilai US$ 1,8 juta atau setara Rp 27 miliar ke Kejagung pada 13 Juli 2023. Dia mengungkapkan uang itu diserahkan kepadanya oleh salah seorang pihak swasta. Namun, Maqdir ogah membeberkan nama pihak swasta yang menyerahkan uang tersebut.
Belakangan Maqdir menyatakan bahwa uang itu milik Irwan. Dia menyatakan pihak yang menyerahkan uang tersebut menyatakan uang itu untuk mengurus keperluan Irwan.
Windi orang kepercayaan Irwan Hermawan
Irwan Hermawan merupakan Komisaris PT Solitech Media Sinergy yang terjerat dalam kasus korupsi BTS. Dia didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain senilai Rp 119 miliar dari proyek tersebut.
Irwan disebut mengumpulkan Rp 243 miliar dari para vendor proyek BTS. Uang itu dikumpulkan untuk mengintervensi penyelidikan kasus BTS yang dilakukan oleh Kejagung dan juga untuk menutup pengusutan kasus ini di DPR RI.
Untuk mengalirkan dana tersebut, Irwan disebut menggunakan jasa Windi Purnama dan perusahaannya, PT Multimedia Berdikari Sejahtera. Windi merupakan Direktur Utama di perusahaan tersebut. Selain Irwan, Windi juga disebut berkaitan dengan Direktur Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti), Anang Achmad Latif yang juga telah menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Selanjutnya, aliran dana korupsi BTS menurut pengakuan Irwan dan Windi
Kepada penyidik, Irwan dan Windi sempat menceritakan penyerahan uang ke beberapa pihak. Diantaranya adalah kepada politikus Golkar Dito Ariotedjo yang kini menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga.
Menurut Irwan, dalam berkas pemeriksaan yang sempat dilihat Tempo, Dito menerima uang sebesar Rp 27 miliar pada periode November hingga Desember 2022. Saat itu, Dito masih menjadi staf khusus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga merupakan Ketua Umum Golkar.
Dito telah diperiksa oleh Kejaksaan Agung. Dia membantah pernah menerima uang sebesar Rp 27 miliar tersebut.
Sementara Windi mengaku sempat menyerahkan uang untuk operasional eks Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate sebesar Rp 500 juta setiap bulannya. Dia mengaku menyerahkan uang untuk Johnny sebanyak 20 kali mulai Maret 2021-Oktober 2022. Uang itu diserahkan melalui seseorang bernama Yunita yang lalu mengalirkan kepada staff Johnny bernama Happy Endah Palupy. Johnny disebut menerima total Rp 10 miliar.
Selain itu, Windi juga mengaku sempat menyerahkan uang kepada seseorang bernama Nistr Yohan. Nistra merupakan staf ahli anggota DPR RI Komisi I dari Partai Gerindra, Sugiono. Windi mengaku dua kali menyerahkan uang kepada Nistra di daerah Gandul, Depok dan di daerah Sentul, Bogor.
Dalam kasus korupsi BTS ini, Kejaksaan Agung menjerat Windi Purnama dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA