Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Pengembangan Perumda Pembagunan Sarana Jaya, Denan Matulandi Kaligis mengatakan penyesuaian dokumen lazim dilakukan setiap kali akan ada pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun akuntan publik. Hal ini disampaikan Denan saat bersaksi di sidang korupsi proyek pengadaan tanah untuk program DP 0 Rupiah di Kelurahan Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya perhatikan setiap kali ada pemeriksaan BPK atau pemeriksaan lain, itu semua harus diulangi, Pak, dokumen-dokumennya," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesaksiannya, dia mengatakan penyesuaian dokumen itu bertujuan untuk merapikan laporan dalam dokumen administrasi yang sebelumnya sudah dilakukan. "Pada saat itu saya mikir 'o kalau di BUMD seperti itu' tapi di akhir-akhir saya baru menyadari bahwa hal itu wajar dilakukan," ujarnya.
Tidak hanya itu, Denan juga membenarkan bahwa proses pengadaan lahan yang dilakukan Sarana Jaya memiliki masalah hukum mulai dari pengadaan tanah di Pulo Gebang, Munjul, Cengkareng, Ujung Menteng, dan lainnya dengan modus yang sama, yakni laporan atau dokumen fiktif.
Sebelumnya, eks Direktur Utama (Dirut) Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan didakwa telah melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara Rp 256 miliar dalam pengadaan lahan di Cakung, Jakarta Timur. Menurut Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), secara keseluruhan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari ulah Yoory dan kawan-kawan Rp 256.030.646.000 sebagaimana yang tercatat di Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah di Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun anggaran 2018-2019.
Jaksa mengatakan Yoory melakukan korupsi bersama pemilik manfaat PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono dan Direktur Operasional Tommy Adrian. Yoory memperoleh keuntungan Rp 31,8 miliar sedangkan Rudy Rp 224 miliar.