Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum terdakwa Zarof Ricar menilai uraian dakwaan kliennya tidak mencerminkan adanya pelanggaran dugaan suap atau gratifikasi, melainkan tindak pidana biasa. “Uraian perbuatan terdakwa yang didakwakan tidak mencerminkan suatu tindak pidana korupsi dan seharusnya jika didasarkan pada uraian dakwaan perbuatan terdakwa justru merupakan perbuatan biasa,” ujar kuasa hukum Zarof, Erik Paad, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 17 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oleh karena itu, mereka menilai JPU telah keliru menentukan kompetensi peradilan. Menurut mereka, seharusnya perkara Zarof Ricar diadili di peradilan umum, bukan peradilan khusus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal yang mendasari eksepsi itu, menurut kuasa hukum, dalam dakwaan ke satu Zarof Ricar yakni dugaan pemufakatan jahat. Dalam upaya menyuap hakim kasasi yang menangani perkara Gregorius Ronald Tannur, kuasa hukum menuding jaksa tidak bisa menjelaskan Zarof telah menjanjikan sejumlah uang langsung kepada hakim.
Dalam dakwaan, menurut tim kuasa hukum, baru terungkap jika ada kesepakatan antara Zarof Ricar dan kuasa hukum Ronald Tannur untuk menyuap hakim kasasi sebesar Rp 5 miliar. Uang itu disita oleh penyidik kejaksaan di rumah Zarof pada akhir Oktober lalu. Suap itu ditujukan agar pengadilan kasasi menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama PN Surabaya untuk memvonis bebas Ronald Tannur.
Dalam dakwaan juga disebutkan Zarof bertemu dengan salah satu hakim kasasi yakni Soesilo di agenda pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar pada 27 September 2024. Namun menurut kuasa hukum, JPU tidak menjabarkan dalam dakwaan adanya tindakan menjanjikan uang kepada sang hakim. Menurut kuasa hukum, tindakan itu sepatutnya masuk katagori penipuan atau penggelepan.
Sementara dalam dakwaan kedua yakni dugaan gratifikasi saat Zarof menjabat sebagai pejabat tinggi MA dalam periode 2012-2022 sebelum pensiun. Dugaan itu merupakan perkembangan perkara pokok, sebab ditemukan uang Rp 915 miliar dan emas 51 kg pada hari dan tempat yang sama ditemukannya uang Rp 5 miliar.
Perihal dugaan gratifikasi itu, kuasa hukum Zarof mengatakan JPU tidak bisa menjelaskan di dakwaan perkara mana yang telah dilakukan gratifikasi oleh kliennya. “Tidak ada uraian waktu konkret dalam mempengaruhi perkara sesuai dakwaan kedua, tidak ada perbuatan yang jelas perkara mana yang mendapat intervensi,” ujar kuasa hukum.
Dalam perkara ini, Kejaksaan mendakwa Zarof melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undangtentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk dakwaan kedua, Zarof Ricar dijerat Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.