Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

LBH Jakarta Kecam Proses Etik Kapolres Bandara Soetta dan Bawahannya

Eks Kapolres Bandara Soetta Komisaris Besar Edwin Hatorangan Hariandja diberhentikan karena diduga menerima uang dalam penanganan kasus narkotika

2 September 2022 | 13.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapolresta Bandara Soekarno Hatta Kombes Pol Edwin Hatorangan (tengah) beserta jajaran menunjukkan barang bukti ribuan ekstasi saat pers rilis di Mapolres Polresta Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa, 3 Agustus 2021. Ribuan ekstasi yang diselundupkan dari Malaysia tersebut disamarkan dalam kemasan makanan ringan. ANTARA/Muhammad Iqbal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam proses etik yang memberikan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Kapolres Bandara Soetta (Soekarno-Hatta) Komisaris Besar Edwin Hatorangan Hariandja dan bawahannya. Pengacara LBH, Teo Reffelsen, beralasan karena proses itu tidak dibarengi dengan proses pidana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Perbuatan yang jelas-jelas merupakan tindak pidana tersebut, tidak pantas hanya diganjar sanksi etik. Seharusnya, proses etik dan pidana dapat sekaligus," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kapolres Bandara Soekarno-Hatta diduga menerima uang dari Kasat Reserse Narkoba yang berasal dari barang bukti dalam penanganan kasus narkotika, sebesar USD$ 225 ribu atau senilai Rp 3,3 miliar. Tidak hanya Edwin, Kasat Reserse Narkoba Ajun Komisaris Nasrandi dan Kasubnit Satuan Resnarkoba Inspektur Satu Triono A. juga diputus PTDH.

Sedangkan Kanit Sat Resnarkoba Iptu Pius Sinaga mendapatkan Demosi lima Tahun dan tujuh bintara yang terlibat didemosi juga dua tahun. "Dalam kasus ini, seharusnya KPK melakukan pengusutan. Hal tersebut karena terdapat dugaan tindak pidana suap maupun penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam UU Tipikor," tutur Teo.

Pihaknya menilai sanksi etik tanpa proses pidana atau sebaliknya atau juga tanpa sanksi merupakan pola jamak untuk melanggengkan impunitas. Selain itu perilaku korup ditubuh kepolisian masih menjangkiti di semua levelnya. "Perilaku culas ini tentunya terus berulang karena tidak memadainya pengawasan dan mekanisme akuntabilitas Polri," tuturnya.

Walau sedang ada kasus Ferdy Sambo, Teo menganggap Polri tetap tidak mengevaluasi dan mengoreksi serta tidak mereformasi diri. Maka dari itu dinilai valid jika publik melihat ada permasalahan serius di kepolisian secara instrumental, struktural, dan kultural.

Kemudian LBH Jakarta menilai pemerintah dan DPR RI harus serius aktif menanggapi permasalahan serius di tubuh Polri dengan membentuk tim percepatan.

"Jika tidak, kejahatan impunitas semacam ini akan terus berulang dan pemerintah serta DPR RI akan dinilai publik mendiamkan atau menoleransi hal ini atau menjadi bagian dari masalah," katanya.

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus