Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pelarangan Total Iklan Rokok dalam sidang pembacaan putusan pada Kamis, 14 Desember 2017. “Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon seluruhnya,” kata Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat.
Baca: MK Minta Koalisi Perbaiki Uji Materi Iklan Rokok
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pelarangan Total Iklan Rokok terdiri dari organisasi komponen di Muhammadiyah, yakni Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial Indonesia. Mereka mengajukan permohonan tentang penghapusan Pasal 46 Ayat 3 huruf C UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf C UU Pers yang mengatur promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pertimbangan yang dibacakan oleh hakim Maria Farida Indriati, Mahkamah Konstitusi masih berpegang pada Putusan MK Nomor 6 pada 10 September 2009. Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa rokok masih dipandang sebagai komoditas yang legal sehingga promosi rokok juga harus dipandang sebagai tindakan yang legal pula. “Mahkamah telah menegaskan pengaturan promosi dan iklan rokok menjadi wilayah pembuat undang-undang,” kata Maria.
Baca: Pemerintah Harus Tegas Melarang Iklan Rokok
Bahkan, Mahkamah menilai Pasal 46 ayat 3 huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers sesungguhnya telah mengakomodasi substansi yang dimohon Koalisi. “Dengan demikian para pemohon telah keliru memahami keberadaan pasal itu dengan hanya memahami secara parsial atau tidak membacanya secara utuh,” ujar Maria. Hakim Mahkamah mengkhawatirkan, jika permohonan pemohon dikabulkan, maka iklan dan promosi yang memperagakan wujud rokok justru tidak lagi dilarang.
Koalisi menyesalkan keputusan Mahkamah Konstitusi yang diputuskan tanpa memberi kesempatan pemohon memberi penjelasan secara proporsional tentang maksud gugatan.
“Padahal di dalam permohonan sudah disampaikan secara yuridis ataupun keilmuan bahwa rokok adalah produk yang bersifat adiktif,” kata Hery Chairiansyah, salah satu pengacara Koalisi. Menurut Hery, jika Pasal 46 Ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers dihapuskan maka pengaturan iklan rokok akan diatur pada Pasal 46 Ayat (3) huruf b UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf b UU Pers yang mengatur tentang pelarangan iklan dan promosi produk yang bersifat adiktif.
Juru bicara Koalisi Tri Ningsih mengatakan, meski hakim Mahkamah menolak permohonan mereka, bukan akhir perjuangan. “Pasti ada waktunya kebenaran akan tampil saat generasi muda makin meningkat kesadarannya,” ujarnya.