Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mahkamah Konstitusi Tolak Permohonan Larangan Total Iklan Rokok

Jika permohonan dikabulkan, maka iklan dan promosi yang memperagakan wujud rokok tidak lagi dilarang.

15 Desember 2017 | 05.30 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Komnas Pengendalian Tembakau dan PT Transjakarta meluncurkan iklan anti rokok bertajuk "Ngerokok Cuma Bakar Uang" di halaman Balai Kota, 6 Juni 2017. TEMPO/Larissa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pelarangan Total Iklan Rokok dalam sidang pembacaan putusan pada Kamis, 14 Desember 2017. “Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon seluruhnya,” kata Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat.

Baca: MK Minta Koalisi Perbaiki Uji Materi Iklan Rokok

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pelarangan Total Iklan Rokok terdiri dari organisasi komponen di Muhammadiyah, yakni Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial Indonesia. Mereka mengajukan permohonan tentang penghapusan Pasal 46 Ayat 3 huruf C UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf  C UU Pers yang mengatur promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pertimbangan yang dibacakan oleh hakim Maria Farida Indriati, Mahkamah Konstitusi masih berpegang pada Putusan MK Nomor 6 pada 10 September 2009. Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa rokok masih dipandang sebagai komoditas yang legal sehingga  promosi rokok juga harus dipandang sebagai tindakan yang legal pula. “Mahkamah telah menegaskan pengaturan promosi dan iklan rokok menjadi wilayah pembuat undang-undang,” kata Maria.

Baca: Pemerintah Harus Tegas Melarang Iklan Rokok

Bahkan, Mahkamah menilai Pasal 46 ayat 3 huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers sesungguhnya telah mengakomodasi  substansi yang dimohon Koalisi. “Dengan demikian para pemohon telah keliru memahami keberadaan pasal itu dengan hanya memahami secara parsial atau tidak membacanya secara utuh,” ujar Maria. Hakim Mahkamah mengkhawatirkan, jika permohonan  pemohon dikabulkan, maka iklan dan promosi yang memperagakan wujud rokok justru tidak lagi dilarang.

Koalisi menyesalkan keputusan Mahkamah Konstitusi yang diputuskan tanpa memberi kesempatan pemohon memberi penjelasan secara proporsional tentang maksud gugatan.

“Padahal di dalam permohonan sudah disampaikan secara yuridis ataupun keilmuan bahwa rokok adalah produk yang bersifat adiktif,” kata Hery Chairiansyah, salah satu pengacara Koalisi. Menurut Hery, jika Pasal 46 Ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers dihapuskan maka pengaturan iklan rokok akan diatur pada Pasal 46 Ayat (3) huruf b UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf b UU Pers yang mengatur tentang pelarangan iklan dan promosi produk yang bersifat adiktif.

Juru bicara Koalisi Tri Ningsih mengatakan, meski hakim Mahkamah menolak permohonan mereka, bukan akhir perjuangan. “Pasti ada waktunya kebenaran akan tampil saat generasi muda makin meningkat kesadarannya,” ujarnya.

 

 

 

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus