Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan nilai objek tindak pidana pencucian uang (TPPU) bekas Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta, Eko Darmanto (ED), mencapai Rp20 miliar.
"Kami ingin sampaikan sebagai bukti permulaan menuju tindak pidana pencucian uang itu kurang lebih ada sekitar Rp20 miliar. Itu hanya bukti awal untuk masuk," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 19 April 2024.
Ali mengatakan tim penyidik KPK akan terus mengembangkan kasus ini dan melacak aset-aset bernilai ekonomis yang diduga telah disamarkan asal-usulnya. "Tentu nanti kami tindaklanjuti lebih jauh pada proses-proses berikutnya," katanya.
KPK mengajak masyarakat untuk tidak segan melapor kepada lembaga antitasuah jika mengetahui adanya aset milik Eko Darmanto. "Di sini dibutuhkan peran serta masyarakat,” tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK pada 18 April 2024 mengumumkan penetapan bekas Kepala bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). "KPK tetapkan lagi yang bersangkutan dengan sangkaan TPPU," kata Ali Fikri saat itu.
Ali menerangkan tim penyidik KPK telah mengantongi alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka TPPU terhadap Eko Darmanto. "Atas dasar analisis lanjutan kemudian ditemukan fakta-fakta baru adanya dugaan menyembunyikan dan menyamarkan asal usul kepemilikan hartanya," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK menyampaikan pihaknya segera menyidangkan Eko Darmanto dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi.
Penahanan terhadap Eko Darmanto juga telah diperpanjang untuk 20 hari ke depan sampai dengan 24 April 2024 di Rutan Cabang KPK, untuk persiapan sidang.
Sebelumnya pada Jumat, 8 Desember 2023, KPK menahan Eko Darmanto setelah menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia diduga menerima gratifikasi sebesar Rp10 miliar dengan memanfaatkan jabatannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menerangkan Eko pernah menduduki sejumlah jabatan selama periode 2007-2023 mulai dari Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I Surabaya dan Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai.
Eko diduga memanfaatkan jabatan dan kewenangan-nya untuk menerima gratifikasi dari para pengusaha impor ataupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga pengusaha barang kena cukai.
Menurut penyidik KPK, Eko mulai menerima gratifikasi pada 2009 melalui transfer rekening bank keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengannya. Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga 2023.
Untuk perusahaan yang terafiliasi dengan ED, di antaranya bergerak di bidang jual beli motor Harley Davidson dan mobil antik serta yang bergerak di bidang konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.
Berbagai penerimaan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan ED ke KPK setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja.
Atas perbuatannya ED disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK saat ini masih terus melacak dan melakukan penyitaan terhadap aset-aset bernilai ekonomis milik Eko Darmanto yang diduga berasal dari hasil korupsi.