Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Tersangka pembunuh anak di Cilegon dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Para tersangka telah merencanakan kejahatan itu sebulan sebelumnya.
Masing-masing tersangka memiliki motif berbeda untuk menghabisi nyawa korban.
POLISI hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk mengungkap pembunuhan terhadap bocah 5 tahun di Kelurahan Ciwedus, Kecamatan Cilegon, Kota Cilegon, Banten. Mayat korban, APH, sebelumnya ditemukan di Pantai Cihara, Kabupaten Lebak, dengan wajah terbebat lakban dan terdapat memar di sekujur tubuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Identitas para tersangka terungkap setelah polisi menelusuri pesan berisi ancaman yang diterima oleh orang tua korban melalui aplikasi WhatsApp. Pesan itu dikirim oleh dua tersangka utama sekitar sebulan sebelumnya. “Mereka memang sudah merencanakan, tapi awalnya target mereka adalah A yang merupakan ibu korban,” kata Kepala Kepolisian Resor Cilegon Ajun Komisaris Besar Kemas Indra Natanegara, Senin, 23 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
APH dilaporkan hilang pada 17 September 2024. Mayatnya ditemukan tiga hari berikutnya di Pantai Cihara, Lebak, Banten, yang berjarak sekitar 157 kilometer dari Ciwedus. Pada 21 September 2024, polisi menangkap para tersangka di beberapa tempat berbeda. Mereka adalah Saenah, 38 tahun, Rahmi (38), Emi (23), Ujang Hildan (22), dan Yayan Herianto (23).
Polres Cilegon menghadirkan lima pelaku penculikan dan pembunuhan bocah perempuan berusia 5 tahun yang ditemukan tewas di Pantai Cihara, Lebak, Banten, saat konferensi pers di kantor Polres Cilegon, Banten, 23 September 2024. TEMPO/Joniansyah Hardjono
Tersangka utama dalam pembunuhan ini adalah Saenah, Rahmi, dan Emi. Tiga perempuan itu merupakan tetangga sekaligus teman ibu korban. Mereka memiliki motif dan peran sendiri-sendiri dalam kejahatan ini.
Menurut Kemas, Saenah dan Rahmi adalah pasangan sesama jenis. Rahmi memiliki kecemburuan kepada ibu korban karena sering pergi berdua dengan Saenah. Pasangan ini juga beberapa kali meminjam identitas ibu korban untuk mengajukan pinjaman online hingga Rp 75 juta. Setiap kali pinjaman itu jatuh tempo, ibu korban kerap menagih uang kepada mereka dengan kata-kata yang menyakitkan.
Alasan-alasan itulah yang kemudian memunculkan ide untuk menculik dan menghabisi nyawa A. Untuk menjalankan niat jahat itu, mereka melibatkan Emi sebagai eksekutor dengan iming-iming imbalan Rp 50 juta. Secara kebetulan, Emi juga memiliki dendam terhadap ibu korban karena anaknya sering dimarahi dan dibentak-bentak oleh A. Namun, saat rencana itu dijalankan, sasarannya dialihkan kepada APH yang dinilai lebih mudah ditangani.
Mereka awalnya menyekap korban di sebuah gudang, lalu membawanya ke rumah kontrakan Rahmi. Di tempat inilah tiga perempuan itu menghabisi APH tanpa belas kasihan. Setelah korban tak bernapas, tiga perempuan itu sempat kebingungan. Mereka kemudian meminta bantuan Ujang dan Yayan untuk membuang jasad korban ke Pantai Cihara dengan imbalan Rp 100 ribu.
Polisi menjerat Saenah, Rahmi, dan Emi dengan Pasal 76C tentang kekerasan pada anak serta Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 3 miliar,” kata Kemas. “Sudah kami komunikasikan dengan kejaksaan untuk sanksi dengan ancaman hukuman maksimal.”
Sementara itu, Ujang dan Yayan dikenakan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang pidana penyertaan, yaitu ketika beberapa orang atau lebih terlibat dalam satu tindak pidana.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai seharusnya para tersangka juga dijerat menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. “Ini demi mengakomodasi keadilan untuk korban dan sesuai dengan peristiwa pidana yang terjadi,” kata Sugeng, kemarin, 27 September 2024.
Dalam teori hukum pidana, kata Sugeng, suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berencana bila terdapat unsur mens rea (niat jahat), persiapan, dan jeda waktu. Persiapan ini melibatkan penyediaan alat dan perencanaan. “Kalau sudah ada jeda waktu antara niat jahat dan pelaksanaan pembunuhan tersebut, itu sudah masuk pembunuhan berencana.”
Dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, sependapat dengan Sugeng. Bahkan dia menilai kasus ini sebagai pembunuhan berencana yang sadis. Sebab, korban adalah anak kecil yang tidak memiliki daya untuk melawan. Apalagi korban sama sekali tidak terlibat konflik dengan tersangka. “Ini tentu bisa menjadi faktor pemberat hukuman di pengadilan nanti,” ujarnya.
Dosen hukum pidana Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, mengatakan perbedaan antara pembunuhan biasa dan pembunuhan berencana terletak pada jeda waktu. Pembunuhan biasa dilakukan secara seketika dan spontan, sedangkan pembunuhan berencana terdapat jeda waktu yang digunakan oleh tersangka untuk merencanakan tindakan.
Dalam kronologis peristiwa yang disampaikan polisi, sebenarnya terlihat jelas tersangka utama telah merencanakan kejahatan tersebut. Karena itu, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, merasa janggal jika tersangka tidak dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. “Munculnya mens rea melakukan penghilangan nyawa ini bisa menentukan apakah itu pembunuhan berencana atau tidak,” katanya.
Unit Identifikasi Satuan Reserse Krimiminal Polres Lebak, jajaran Sat Reskrim Polres Lebak, dan Unit Sat Reskrim Polsek Panggarangan melakukan olah TKP penemuan mayat bocah perempuan di Pesisir Pantai Cihara, Desa Cihara, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Banten, 19 September 2024. Dok. Istimewa
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berjanji mengawal kasus ini agar penanganannya dijalankan secara profesional dengan dukungan scientific crime investigation. Kompolnas dalam waktu dekat berencana mengirim surat ke Kepolisian Daerah Banten untuk mendapatkan informasi tentang kemajuan penyidikan. “Tentunya, Kompolnas mendorong penyidik untuk menjerat para tersangka dengan pasal-pasal berlapis, sehingga mereka tidak bisa mengelak, dan diharapkan akan mendapatkan hukuman maksimum,” kata komisioner Kompolnas, Poengky Indarti.
Kemarin, Kemas Indra mengatakan penyidik menemukan fakta-fakta baru dari hasil pemeriksaan. “Pertama, penganiayaan anak yang mengakibatkan mati; kedua, penculikan anak; ketiga, pembunuhan berencana; dan keempat menghilangkan barang bukti,” katanya melalui sambungan telepon. Atas temuan-temuan itu, penyidik memutuskan untuk menjerat para tersangka menggunakan pasal berlapis. Dengan demikian, kata Kemas, selain Undang-Undang Perlindungan Anak, penyidik menggunakan Pasal 340 juncto Pasal 55 KUHP untuk menjerat tersangka.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Intan Setiawaty, Joniansyah, dan Raden Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.