Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Garut - Polres Garut menyelidiki dugaan perundungan dan pelecehan seksual terhadap pelajar yang terjadi pada Agustus 2022. Keluarga korban baru melaporkan kasus ini pada 20 Desember tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Satuan Reserse Polres Garut Ajun Komisaris Ari Rinaldo menjelaskan peristiwa itu berlangsung di momen perayaan HUT ke-77 RI. Korban berinisial D, 12 tahun, warga Kecamatan Cibatu, yang sedang menyaksikan perlombaan dihampiri oleh tiga kakak kelasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua terduga pelaku menyeret korban ke tempat yang sepi dan memegangi kaki serta tangannya. Sementara satu anak lainnya melakukan kekerasan seksual pada korban menggunakan terong bekas perlombaan. Meski pakaian korban tidak dilucuti, tapi area kemaluannya diduga mengalami infeksi.
Akibat kejadian ini korban mengalami trauma hingga harus mengungsi ke rumah kerabatnya di Bandung. "Kami telah memeriksa saksi dan juga dokter yang melakukan visum. Kami juga berkoordinasi dengan perlindungan perempuan anak untuk melakukan pendampingan terhadap korban," kata Ari di kantornya, Garut, Jawa Barat, Jumat, 10 Januari 2025.
Ari menyatakan pihaknya menggandeng Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena korban dan pelaku sama-sama masih anak-anak. Harapannya agar penyidikan yang tengah berlangsung bisa ramah anak. Ia mengklaim jajarannya juga berhati-hati dalam menangani kasus ini karena kejadiannya telah berlangsung lama.
Ketua Forum KPAI Provinsi Jawa Barat Ato Rinant mengatakan pihaknya telah membawa korban ke rumah aman agar mendapat pemulihan fisik maupun psikis. Sedangkan untuk proses hukumnya akan dilakukan sesuai sistem peradilan anak seperti tertuang dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2012.
Ato mengatakan kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Garut merupakan paling tinggi di antara enam kabupaten/kota yang berada di wilayah Jawa Barat bagian selatan. Pada 2024 lalu, polres Garut menangani sebanyak 90 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Tingginya kasus kekerasan terhadap anak ini akibat faktor pola asuh orang tua. "Orang tua belum menjadi idola bagi anak. Akibatnya anak merasa tidak dicintai," ujar Ato.