Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah buron enam hari, pelajar yang menjadi tersangka siram air keras ke wajah Muhammad Abizar, pelajar SMK 5, di Pulogadung, Jakarta Timur, akhirnya berhasil ditangkap plisi. Dari penyelidikan terungkap motif pelaku adalah dendam lama antar sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jakarta Timur, Inspektur Satu Sri Yatmini mengatakan antara tersangka dan korban sudah saling kenal. “Tawuran, ejek-ejekan dan terjadilah kasus penyiraman terhadap korban oleh pelaku ini,” katanya di Polres Jakarta Timur, Senin 14 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yatmini menambahkan pelaku sudah menyiapkan dari rumah cairan kimia di dalam botol bekas kemasan air mineral. Botol lalu dibawanya berkendara sepeda motor.
Pada hari itu, Selasa 8 Agustus, menurut Yatmini, tersangka pulang sekolah bersama teman-temannya berniat tawuran. Mereka bergerombol dengan mengendarai sepeda motor. "Saat di perjalanan berpapasan dengan korban yang sedang mengendarai sepeda motor bersama temannya, kemudian pelaku menyiramkan cairan kimia dalam botol ke arah muka korban,” ujarnya.
Tersangka diinisialkan sebagai HI. Polisi menyatakan masih memburu dua rekannya yang lain yang pada hari penyiraman air keras berboncengan dengan satu sepeda motor.
Muhammad Abidzar, 16 tahun, menjadi korban penyiraman air keras oleh sesama pelajar di Pisangan Timur, Pulogadung, Jakarta Timur, 8 Agustus 2023.
Terhadap HI, polisi telah menjeratnya dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Selain itu juga Pasal 76C juncto Pasal 80 UU Nomor 32 tahun 2014 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah.
Keluarga Tidak Percaya
Rudiarti, 52, ibunda Abizar mengatakan mengetahui penangkapan tersangka dari siaran televisi. Dia meragukan keterangan yang diberikan polisi tentang motif dendam, saling ejek lalu tawuran. "Ini kurang bisa diterima oleh keluarga karena anak saya jelas korban, tidak kenal pelaku, dan tidak punya dendam apapun,” katanya.
Rudiarti menambahkan, anaknya saat hari kejadian juga tidak dalam gerombolan pelajar yang umumnya terlihat di setiap kejadian tawuran. Dia berharap polisi bisa menjelaskan motif para tersangka yang sebenarnya.
“Saya minta keadilan kepada polisi, anak saya korban, bukan mau tawuran. Saya malu mas, apalagi anak saya, bagaimana mentalnya dibilang korban tawuran,” tuturnya.
OHAN B. SARDIN