Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Penjelasan Mahfud Md Soal Pidana LGBT Masuk Rancangan KUHP

Mahfud Md menyampaikan bahwa aturan pidana berkaitan dengan LGBT sudah masuk RKUHP.

20 Mei 2022 | 16.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyampaikan bahwa aturan pidana berkaitan dengan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) sudah masuk ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Informasi ini dia terima dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tadi saya tanya Pak Yasonna, itu RUU KUHP kita itu, sampai mana sekarang yang mengatur LGBT? Itu sudah di DPR," kata Mahfud Md menceritakan obrolan singkatnya dengan Yasonna, dalam acara Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Bali pada Rabu kemarin, 18 Mei 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabar ini disampaikan Mahfud saat berbicara tentang ahli hukum yang diharapkan tidak salah dalam memberikan analisis. Analisis kadang salah karena ahli tersebut sudah punya sikap politik. "Memihak yang satu dicari dalilnya ini, memihak yang sana, cari dalilnya, hukum kan bisa cari dalil-dalil aja," kata eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Barulah kemudian Mahfud memberi contoh kasus ketika ada ribut-ribut tayangan pasangan LGBT diwawancarai dalam podcast selebritas Deddy Corbuzier. Mahfud curhat kalau saat itu dirinya mendengar banyak protes di masyarakat. "Mana ini pemerintah kok diam saja, kok tidak ditangkap? Punya perasaan moral gak, kok dibiarkan," ujar Mahfud.

Mahfud pun balik menanyakan pasal apa yang harus digunakan untuk melakukan penangkapan, karena memang tidak ada hukum pidananya saat ini. Kalau ditangkap, kata Mahfud, artinya melanggar asas hukum yang paling fundamental di dalam hukum pidana yaitu asas legalitas.

"Orang ndak boleh ditangkap kalau belum ada hukum yang melarang lebih dulu untuk wawancara seperti itu?" ujarnya. Mahfud pun menyebut sanksi yang saat ini ada yaitu sanksi moral berupa dimaki dan dibenci.

Lantas, Mahfud mendengar ada pandangan ahli hukum yang menyebut bahwa LGBT dilarang oleh hukum. Rujukannya yaitu UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. "Saya bilang, ini ahli hukum apa?" ujarnya.

Mahfud membenarkan kalau ada larangan LGBT di dalam UU Perkawinan, tapi bukan berarti boleh ditangkap. UU ini, kata dia, berisi ketentuan bahwa perkawinan sesama LGBT tidaklah sah. "Gitu aja, ndak boleh punya surat nikah, punya hak waris, kartu suami istri. Bukan lalu boleh ditangkap," kata dia.

Sehingga terkadang, kata Mahfud, sarjana hukum masih banyak keliru memahami hukum seperti ini. Pandangan Mahfud ini juga disampaikannya lewat twitter resminya yaitu @mohmahfudmd.

Salah satunya, Mahfud sempat mengomentari cuplikan berita pernyataannya pada 2017 yang menyebut LGBT dan zina harus dilarang. Mahfud membenarkan hal itu. "Ya, ini pernyataan sy yg berlaku dan sy pegang hingga skrang. Itu usul kpd DPR yg waktu itu (2017) ribut soal pidana zina dan LGBT. Itu nilai2 moral keagamaan yg kita usulkan mak (red: masuk) ke KUHP. Tp hingga skrg usul itu blm diterima sbg hukum dan baru berlaku sbg kaidah agama dan moral," tulis Mahfud pada 11 Mei.

RKUHP ini, kata Mahfud, dulu memang telah tertunda pembahasannya karena DPR mendapat tekanan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mahfud pun balik bertanya mengapa pemerintah yang justru disalahkan.

Padahal, pemerintah sudah punya sikap dan konsep yang moderat tentang pidana LGBT ini. "Lalu DPR-nya kalah pada tekanan publik, ya sudah bukan urusan kami," kata dia.

Di sisi lain, aturan pidana LGBT di dalam RKUHP sebenarnya sudah mencuat sejak 2018 lalu. Kala itu, Koalisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk Keadilan meminta agar pasal perzinaan dan homoseksual dihapuskan dari RKUHP. Alasannya, rumusan pasal-pasal tersebut dianggap multitafsir sehingga rentan memunculkan diskriminasi.

Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro-Perempuan, Ratna Batara Munti, menyebut Pasal 495 dalam RKUHP yang mengatur soal homoseksual akan semakin menyudutkan dan menstigmatisasi kelompok LGBT.

Pasal itu menyebutkan bahwa perbuatan cabul sesama jenis bisa dihukum penjara maksimal 9 tahun untuk anak-anak, dan tambahan sepertiga untuk dewasa. “Setiap orang harusnya dipidana karena perbuatannya, bukan karena perbedaan kondisinya atau seksualitasnya,” kata Ratna di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.

Sementara pada Februari 2018, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat saat itu, Bambang Soetsatyo mengatakan DPR dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah berkesepahaman terkait materi LGBT dalam RKUHP. "Pansus RKUHP sudah terima kajian dari MUI terkait masukannya pada revisi KUHP," kata Bambang di kantor MUI pada Selasa, 6 Februari 2018

Kala itu, Bambang mengatakan dalam pasal 495 RKUHP, sudah disepakati bahwa LGBT masuk dalam tindakan pidana perbuatan cabul sesama jenis dan negara berkewajiban untuk mengaturnya. "RKUHP harus didasari dengan ruh keagamaan," kata dia.

Baca Juga: Survei SMRC: 87,6 Persen Masyarakat Menilai LGBT Ancaman

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus