Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Penjual Siomay Berpistol

Kelompok Maman, yang paling sering melakukan perampokan tanpa pandang bulu, digulung polisi, Maman pernah menembak mati temanya karena terlambat melarikan diri, tiga anggota termasuk maman bekas ABRI.(krim)

27 Juli 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA pernah dipenjara 6 bulan karena mencuri pistol milik anggota ABRI yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Ketika itu, lelaki muda yang bertampang kebocahan ini mengaku bernama Agus Yonas, pedagang siomay, berumur 23 tahun. Belakangan baru diketahui bahwa Agus bukan penjual siomay, melainkan seorang pratu ABRI yang melakukan desersi, dan menjadi kepala perampok di Jakarta. Nama aslinya Maman Nurlepi. Dialah, yang ketika memimpin perampokan di PT Yunawati, menembak mati Rizal karena anak buahnya itu terlambat ikut melarikan diri setelah menggondol Rp 30 juta. Maman dan kawan-kawan yang dalam dua bulan terakhir telah merampok belasan kali, akhirnya kena jaring. Lewat penggerebekan yang dipimpin langsung Mayor Ashikin, kepala Diserse Polres Jakarta Barat, "penjual siomay" itu ditangkap di rumah istri mudanya di Cilandak, dua pekan lalu. Hari itu juga, empat anak buahnya ikut tertangkap, yaitu Nasrudin alias Udin, Rudi, Rusdi, dan Tatok. Anak buahnya yang lain, Supomo, sudah tertangkap lebih dulu - tak lama setelah merampok PT Yunawati, November 1982. Supomo, juga Nasrudin, menurut sumber TEMPO, sama seperti Maman: bekas anggota ABRI. Ketiga bekas oknum itu menjadi semacam "tenaga inti". Merekalah yang menjadi motor dalam setiap operasi. Meski pernah menembak rekan sendiri, menurut Mayor Ashikin, kelompok ini masih kalah ganas dibanding perampok "kelompok Kwini". "Tapi dari segi kuantitas merekalah biangnya," kata Ashikin. Kelompok Maman memang sangat "produktif". Sejak Mei sampai awal Juli lalu mereka mengaku paling sedikit telah 12 kali merampok. Dalam mencari sasaran, mereka tak pandang bulu. Pokoknya, bila mereka melihat seseorang yang kira-kira berduit - meski tak banyak - langsung dijadikan mangsa. Pernah, mereka merampok di tempat praktek seorang dokter di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Maman dan kawan-kawan berlagak hendak berobat. Mereka duduk berpencar di antara pasien. Sewaktu deretan pasien kian panjang, Maman mengeluarkan pistolnya. Semua isi kantung dan dompet pasien dr. Kardiman dikuras. Mereka mendapat Rp 750 ribu dan langsung kabur. Di saat lain, mereka cukup puas menjambret tas berisi Rp 80 ribu. Malah, pernah mereka menjambret sebuah tas yang hanya berisi surat-surat. Pendek kata, kelompok ini berbeda dengan "kelompok Kwini", yang memilih sasaran secara selektif sehinga sekali "tembak" bisa menghasilkan puluhan atau bahkan ratusan juta rupiah. Terakhir, kelompok Kwini ini merampok dan menembak mati Nyonya Lamria Marpaung, pedagang emas, menjelang malam takbiran Juni tahun lalu. Ketika itu, kawanan perampok yang dimotori Hendro dan Heru itu menjarah perhiasan emas dan uang tunai, yang jumlahnya dikabarkan mencapai Rp 1 milyar. Heru dan Hendro kemudian tewas tertembak, beberapa hari setelah mereka melarikan diri dengan 30 tahanan lain dari rumah tahanan Salemba. Tapi, dalam hal memperoleh senjata api kedua kelompok itu boleh dibilang menempuh cara yang biasa saja: mencuri atau merampas dari tangan si pemilik. Selain pistol FN yang dicuri dari anggota ABRI yang mengalami kecelakaan - seperti telah disebut - kelompok Maman memiliki sebuah pistol lagi, yang dicuri dari sebuah mobil yang sedang parkir di Kebayoran Baru. Menurut sumber TEMPO, tak lama setelah Maman dihukum 6 bulan di LP Cipinang tempo hari, ia ditangkap POM ABRI. Alasan penangkapan: ia melakukan desersi beberapa bulan tak pernah berdinas. Ia dimasukkan ke dalam rumah tahanan militer Guntur di Jakarta Selatan. Tapi, menurut istri mudanya, Sobariah, Maman mengaku ditahan dan dipecat karena kawin lagi. Rupanya, Maman tak kerasan tinggal di balik jeruji besi. Maret lalu, ia kabur, saat para tahanan mendapat kesempatan berjemur diri di bawah sinar matahari. Setelah bebas, ia kembali bergabung dengan anak buahnya, dan melakukan serangkaian perampokan. Menurut kepala Polres Jakarta Barat Letkol Eko Suwarno, wilayahnyalah yang paling sering diganggu kelompok Maman. "Padahal, ia mukim di wilayah Jakarta Selatan," kata Eko. Karena seringnya terjadi perampokan atau penodongan dan penjambretan dengan modus sama, anak buah Eko menjadi penasaran. Pelacakan dilakukan dan berakhir dengan digulungnya kawanan perampok pimpinan Maman itu. Setelah mereka tertangkap, Eko menilai, wilayahnya kini relatif aman. Istri kedua Maman, Sobariah, 23, mengaku terkejut ketika polisi menggerebek rumah kontrakan mereka. Setahu dia, Maman itu betul-betul pedagang siomay. Dia mengaku sempat curiga ketika - beberapa hari sebelum ditangkap - Maman menyerahkan uang Rp 200 ribu. "Saya pikir, cuma jualan siomay kok duitnya banyak," kata Sobariah. Sewaktu dia bertanya, Maman malah menghardik. Dan penjual siomay itu ternyata berpistol. Saat digerebek, Maman sempat mencoba menyembunyikan pistolnya di antara kedua paha Sobariah. Untungnya, polisi bermata jeli. Pistol didapat, Maman dan kawan-kawan tertangkap. Surasono Laporan: Bunga Surawijaya (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus