Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Seorang ibu di Jakarta menceritakan bullying yang dialami putranya.
Ibu itu ingin menyelesaikan persoalan itu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Anak sebagai pelaku bullying dikategorikan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.
HALO, Klinik Hukum bagi Perempuan. Perkenalkan saya Jihan, ibu dari dua anak, tinggal di Jakarta Barat. Dua minggu lalu anak kedua saya menjadi korban bullying di sekolah. Saya sudah melaporkan kasus itu kepada kepala sekolah. Namun sejauh ini belum ada tindakan yang jelas kepada anak-anak yang mem-bully anak saya. Akibatnya, anak saya tidak mau sekolah. Ia justru meminta saya memindahkannya dari sekolah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertanyaan saya, apakah pelaku bullying di sekolah bisa dipidanakan? Apa bentuk hukuman yang bisa diberikan kepada anak-anak yang terbukti melakukan bullying?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saya berharap bisa mendapat penjelasan mengenai aturan hukum tentang bullying. Penjelasan ini penting agar saya memiliki dasar untuk mengambil tindakan dalam menyelesaikan masalah ini. Terima kasih.
Jihan
Jakarta Barat
Jawab:
Halo, Jihan. Kami turut prihatin atas kasus bullying yang dihadapi oleh anak Anda. Semoga pihak sekolah memberikan perhatian khusus dan segera menyelesaikan persoalan ini.
Bullying atau perundungan di sekolah adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa lain yang dipandang lebih lemah dengan tujuan menyakiti korban. Perlakuan tersebut membuat siswa yang menjadi korban merasa tertekan, takut, trauma, dan tak berdaya (Antonius P.S. Wibowo, 2019).
Pada kasus anak Anda, dampak perundungan terlihat dari sikapnya yang tidak mau pergi ke sekolah dan meminta untuk dipindahkan ke sekolah lain. Lalu bagaimana menyelesaikan persoalan ini?
Keputusan Anda untuk melaporkan kasus ini kepada kepala sekolah sudah benar. Sebab, perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan di lingkungan sekolah memang tanggung jawab pendidik dan kepala sekolah. Ketentuan ini disebutkan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang bunyinya sebagai berikut ini.
1. Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat.
Selain pendidik, orang tua pelaku bullying mempunyai tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan anaknya terhadap anak lain. Berdasarkan Pasal 26 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014, disebutkan bahwa orang tua dari anak memiliki kewajiban sebagai berikut:
1. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
2. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan
4. memberikan pendidikan karakter dan menanamkan nilai budi pekerti pada anak.
Dengan demikian, peran serta orang tua sangat diperlukan untuk memberikan penyadaran kepada anak agar memahami bahwa perundungan adalah tindakan yang salah dan merugikan orang lain. Perlu dipahami juga bahwa bullying yang terjadi di lingkungan sekolah merupakan tanggung jawab semua pihak, baik keluarga korban dan keluarga pelaku, masyarakat, maupun negara.
Pada kasus Anda, karena tidak ada tindak lanjut dari sekolah, Anda bisa melaporkan kasus ini ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dengan langkah-langkah sebagai berikut ini.
- Mengirim laporan secara langsung ke Unit Layanan Terpadu (ULT) Kemendikbudristek di Gedung C Lt 1, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat.
- Mengirim laporan melalui surat.
- Mengirim laporan melalui e-mail [email protected]
- Mengirim laporan melalui laman https://kemdikbud.lapor.go.id
Apabila anak Anda bergender perempuan, Anda dapat melaporkan kasus ini melalui hotline SAPA129 dengan nomor telepon 129 atau WhatsApp 08111129129 yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Selain itu, kasus bullying bisa dilaporkan sebagai kasus tindak pidana ke kepolisian. Dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 76C UU Nomor 35/2014 yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”
Jika larangan melakukan kekerasan terhadap anak ini dilanggar, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 80 UU Nomor 35/2014 sebagai berikut:
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
2. Apabila anak mengalami luka berat, pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.
3. Apabila anak meninggal, pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.
4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan pada ayat 1, 2, dan 3 apabila yang melakukan penganiayaan tersebut adalah orang tuanya.
Pada kasus bullying yang dihadapi oleh anak Anda, karena pelaku adalah anak-anak (di bawah umur), dalam penyelesaian hukum, aparat penegak hukum—polisi, jaksa, hakim—harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Dalam aturan ini, aparat penegak hukum wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif terhadap anak. Anak sebagai pelaku bullying dikategorikan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum (ABH), yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tapi belum berumur 18 tahun, yang diduga telah melakukan tindak pidana bullying (kekerasan) terhadap anak Anda.
Selain lewat jalur pidana, kasus bullying dapat diselesaikan secara perdata untuk menuntut ganti rugi materiil/imateriil terhadap pelaku kekerasan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 71D ayat 1 UU Nomor 35/2014:
"Setiap anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat 2 huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan."
Adapun menurut Pasal 59 ayat 2 huruf i UU Nomor 35/2014, perlindungan khusus kepada anak diberikan kepada anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.
Demikian jawaban dari kami tentang aturan hukum mengenai bullying dan penjelasannya. Semoga bermanfaat dan dapat membantu Anda menyelesaikan permasalahan bullying yang dihadapi oleh anak Anda.
Sri Agustini
Advokat Probono LBH APIK Jakarta