Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menilai gelar perkara khusus yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) dalam kasus kematian Afif Maulana tidak transparan dan penuh kejanggalan. Adrizal, pengacara publik LBH Padang, menyebut penghentian penyelidikan ini sebagai bukti lemahnya komitmen penegakan hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Proses gelar perkara termin 1 tidak transparan dan akuntabel. Penyidik tidak menjelaskan hasil temuan CCTV, pemeriksaan ahli forensik, dan tidak mendalami dugaan penyiksaan terhadap korban,” ujar Adrizal dalam keterangan tertulis, Rabu, 1 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adrizal menyatakan LBH Padang dan LBH Muhammadiyah selaku kuasa hukum korban tidak diberi akses penuh untuk mendalami langkah-langkah penyelidikan dalam gelar perkara yang berlangsung pada 31 Desember 2024 . Penyidik, menurut kuasa hukum, dinilai tidak mendalami dugaan penyiksaan terhadap Afif Maulana melalui saksi fakta yang dihadirkan di depan penyidikan, "Proses BAP yang dilakukan hanya berfokus kepada proses tawuran dan perkataan ajakan melompat," ujarnya.
Hasil temuan forensik, termasuk 19 sampel yang terdiri 16 dari jaringan lunak dan 3 jaringan keras pada tubuh korban yang diduga akibat kekerasan, pun tidak dijelaskan secara rinci. Khususnya saat proses ekshumasi.
Tak hanya itu, kuasa hukum pun menyebut bahwa penyidik dari Polda Sumbar tidak menjelaskan bagaimana rekaman CCTV diamankan. Padahal, dalam langkah penyelidikan dijelaskan bahwa mereka telah melakukan pendataan dan pengecekan CCTV. Serta sudah mengamankan hasil rekaman CCTV tertanggal 24 Juni 2024.
Penyidik juga mengakui telah melakukan pemeriksaan laboratorium atas ponsel milik almarhum Afif Maulana pada 3 Juli 2024. Meski tidak menjelaskan apa hasil pemeriksaan, Adrizal mengatakan hal ini sudah membuktikan bahwa kasus sudah masuk ke proses penyidikan karena proses penggeledahan dan penyitaan alat bukti yang dilakukan.
Bahkan, sesi kedua gelar perkara dilakukan tanpa kehadiran keluarga korban maupun kuasa hukum. Mereka menyayangkan langkah ini dan akan menempuh jalur hukum untuk memastikan keadilan bagi korban.
Sebelumnya, Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono mengumumkan penghentian penyelidikan ini pada Selasa sore, 31 Desember 2024. Keluarga korban dan kuasa hukum menilai penanganan kasus ini tidak transparan dan tidak memenuhi prinsip akuntabilitas.
Afif Maulana ditemukan tewas pada Juni 2024 di bawah Jembatan Kuranji, dengan dugaan mengalami tindak kekerasan oleh personel polisi saat menangani tawuran. Sudah 204 hari sejak kematian bocah berusia 13 tahun itu, keluarga dan kuasa hukum terus berupaya mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.