Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Kepolisian Daerah Jawa Timur membongkar praktik aborsi yang dilakukan seorang teller apotek di Surabaya. Praktik terlarang itu sudah berjalan dua tahun dengan jumlah pelaku aborsi 20 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Aborsi dilakukan dengan cara memberikan obat keras," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur, Ajun Komisaris Besar Arman Asmara, saat konferensi pers, Selasa, 25 Juni 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tersangka utama kasus ini adalah teller opoteker bernama Laksmita Wahyuning Putri, 28 tahun, warga Jalan Maspati, Bubutan, Kota Surabaya. Laksmita dibantu enam tersangka lain untuk menjalankan praktik ilegalnya.
Mereka adalah Tri Suryanti, 30 tahun; M. Syaiful Arif, 30 tahun; Retno Muktia Sari, 26 tahun; M. Busro, 34 tahun; Vivi Nurmalasari, 26 tahun; dan Fauziah Tri Arini, 32 tahun. Tiga nama terakhir berperan sebagai pemasok obat penggugur kandungan itu kepada Laksmita.
Obat keras yang digunakan adalah Chromalux Misoprostol tablet 200 Mcg, Cytotec Misoprostol tablet 200 µg, dan Invitec Misoprostol tablet 200 Mcg. Ketiganya obat yang tidak dijual bebas dan hanya dapat diperoleh dengan resep dokter.
Kasus ini bermula dari informasi masyarakat tentang praktik aborsi di Sidoarjo pada Maret lalu. Unit III Subdit IV Tipidter menyelidiki dan sebulan kemudian menindak.
Penyidik, kata Arman, menggeledah kamar 1120 Hotel Great di Jalan Diponegoro, Kota Surabaya. Di kamar hotel itu, penyidik mendapati Laksmita tengah melakukan praktik aborsi.
Selain di Sidoarjo dan Surabaya, kata Arman, praktik aborsi ini dilakukan di beberapa tempat di Jawa Timur. Di antaranya Blitar dan Banyuwangi. "Praktik aborsi ini sudah berjalan dua tahun di tujuh tempat kejadian perkara."
Polisi membidik para tersangka dengan Pasal 83 dan 64 UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Pasal 194 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Mereka juga diancam Pasal 55, 56, dan 346 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.