Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Afif Maulana bersama kuasa hukum menyatakan akan menempuh langkah hukum lanjutan setelah penghentian penyelidikan kasus kematian bocah berusia 13 tahun itu diumumkan. Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang selaku kuasa hukum keluarga korban menyebut, keputusan penghentian penyelidikan menunjukkan adanya ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus yang melibatkan aparat kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Korban dan kuasa hukum akan mengambil langkah hukum ketika telah menerima surat SP2 Lidik," kata LBH Padang dalam rilisnya, Rabu, 1 Januari 2025. Sebab, hingga kemarin, baik pihak keluarga maupun kuasa hukum belum menerima Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2 Lidik).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LBH Padang menekankan pentingnya penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) dan pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh personel polisi yang berada di lokasi kejadian untuk memastikan transparansi. "Langkah ini penting untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus," kata Alfi Syukri, kuasa hukum korban.
Afif Maulana ditemukan tewas pada Juni 2024 di bawah Jembatan Kuranji, dengan dugaan mengalami tindak kekerasan oleh personel polisi saat menangani tawuran. Sudah 204 hari sejak kematian Afif, keluarga dan kuasa hukum terus berupaya mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
Sebelumnya, Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono mengumumkan penghentian penyelidikan ini pada Selasa sore, 31 Desember 2024. Kasus ini bermula dari dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh polisi terhadap Afif Maulana saat menangani tawuran. Namun, keluarga korban dan kuasa hukum menilai penanganan kasus ini tidak transparan dan tidak memenuhi prinsip akuntabilitas.
Keputusan penghentian penyelidikan kasus ini diambil setelah Polda Sumbar menggelar perkara khusus kasus yang telah berjalan lebih dari enam bulan ini pada hari yang sama. Namun, kuasa hukum korban menyebut proses tersebut tidak melibatkan mereka secara penuh dan minim transparansi. “Sebuah gelar perkara khusus seharusnya membuka fakta dan alat bukti,” kata Alfi Syukri.
Kuasa hukum menilai, proses gelar perkara termin 1 telah berlangsung secara tidak transparan dan akuntablitas. Gelar perkara termin 2 juga tidak memiliki alasan hukum yang kuat untuk tidak melibatkan korban.
Menyoal hasil pemaparan dalam langkah penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik Polresta, Adrizal, pengacara publik LBH Padang menyebut adanya dugaan ketidakprofesionalan dan ketidakseriusan penyidik untuk menuntaskan dan memberikan keadilan serta kepastian hukum kepada korban sehingga mengakibatkan lambatnya proses penegakan hukum. LBH Padang bersama keluarga korban kini tengah mengajukan sengketa informasi menyoal dokumen autopsi dan ekshumasi. Dokumen tersebut dianggap penting untuk mengungkap fakta kematian Afif Maulana yang diduga tidak wajar.