Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Ternate - Pengurusan surat rekomendasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik eks Ketua DPD Gerindra Muhaimin Syarif, terdakwa kasus suap yang melibatkan mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, tidak melalui prosedur yang berlaku. Hal tersebut terungkap pada sidang pemeriksaan saksi dengan terdakwa Muhaimin Syarif, di Pengadilan Tipikor Ternate, Kamis 31 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesaksiannya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Maluku Utara Bambang Hermawan mengatakan, pengurusan semua izin usaha pertambangan milik Muhaimin Syarif dilakukan atas perintah mantan Gubernur Abdul Gani Kasuba. Saat itu, Bambang diperintahkan untuk mengakomodir usulan izin tambang yang disampaikan oleh Muhaimin Syarif dan tidak lagi berkoordinasi dengan pihak lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya hanya menerima usulan izin dalam bentuk soft copy, dan semua pengusulan WIUP dari Muhaimin dikirim melalui email kantor. Proses ini sebetulnya tidak sesuai prosedur,”kata Bambang saat menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum KPK, Kamis siang.
Menurut Bambang, selama dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Maluku Utara ada sekitar 80 WIUP yang diusulkan. Dari jumlah itu, WIUP yang diproses adalah WIUP yang rata-rata berada di 9 blok seperti Blok Marimoi, Blok Litoly, Blok Kaf, Blok Foli di Halmahera Timur, dan Blok Lelilef Sawai di Halmahera Tengah. Setiap blok ada usulan WIUP yang disampaikan Muhaimin Syarif.
"Semua usulan WIUP ini saya terima dari Muhaimin melalui pesan Whatsapp pribadi. Setelah itu pesan Whatsapp dari Muhaimin ini saya kirim ke Kadis ESDM, begitu pun sebaliknya,"ujar Bambang.
Said, staf Biro Umum Pemerintahan Provinsi Maluku Utara, mengatakan penomoran surat untuk rekomendasi WIUP milik Muhaimin Syarif tidak dibuat Biro Umum Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Biro umum hanya memberikan penomoran surat semata, setelah diminta Muhaimin Syarif.
“Saya hanya diminta memberikan nomor surat saja. Untuk arsip dokumennya dikasih dari belakang jika nomor surat sudah diberikan, tapi sampai sekarang sebagian besar dokumen belum diberikan,"bkata Said.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Muhaimin Syarif, mantan Ketua Gerindra Maluku Utara itu ikut mengurus sedikitnya 57 izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Maluku Utara sejak 2021 hingga 2022. KPK menemukan penerbitan surat rekomendasi atau usulan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dibahas Muhaimin Syarif bersama Abdul Gani Kasuba, mantan Gubernur Maluku Utara di Hotel Bidakara, Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menjerat Muhaimin Syarif dengan ancaman pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Dan dakwaan kedua, dalam Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.