Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok -Pengadilan Negeri Kelas I B Kota Depok kembali menggelar sidang ketiga kasus kekerasan seksual yang melibatkan mantan pengurus Gereja Paroki Santo Herkulanus Depok, Sahril Parlindungan Martinus Marbun, 45 tahun, pada Senin 19 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum korban, Azas Tigor Nainggolan mengatakan, ada empat orang saksi yang dihadirkan dalam sidang ketiga. “Saksinya dari Romo Gereja dan tiga orang korban,” kata Tigor di PN Kelas I B Depok, Senin 19 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tigor mengatakan ini adalah saksi terakhir yang dihadirkan oleh pihaknya, setelah sebelumnya pada sidang kedua juga menghadirkan empat orang saksi.“Ini saksi terakhir kita, total ada 8 orang, untuk selanjutnya sidang dilanjutkan dengan saksi dari pelaku,” kata dia.
Sama seperti sidang hari sebelumnya, sidang dilaksanakan secara tertutup dan orang tua yang menamakan diri sebagai Keluarga Orang Tua Misdinar Gereja Herkulanus juga turut mengawal sidang.
Dalam pengakuannya, salah seorang saksi yang juga korban pelecehan, sebut saja Asisi, 25 tahun, menceritakan bagaimana kejadian tidak terpuji itu menimpa dirinya. “Kira-kira kejadiannya itu sekitar tahun 2007, waktu itu saya mau peralihan ke kelas VII SMP,” sebut Asisi.
Asisi mengatakan, saat itu ia bersama terdakwa dan temannya yang lain sedang menjalankan aktifitas di luar kegiatan gereja seperti makan, main atau nonton film.“Nah kebetulan setelah kegiatan itu, saya yang diantar terakhir oleh terdakwa,” kata dia.
Ia pun mengaku, saat itu bukannya diantar ke rumah ia malah diajak ke lingkungan kampus Universitas Indonesia. “Saya sih nggak ada pikiran macam-macam saat itu,” kata dia.
Setibanya di lokasi, Asisi mengatakan, terdakwa langsung melakukan aksinya dengan membuka celana dan mengoral kemaluannya.“Kemaluan saya dioral pada saat itu,” kata Asisi yang tak ragu lagi menceritakan kejadian 13 tahun lalu.
Ia mengaku tidak ada ancaman pada saat itu. Namun pencitraam yang dibangun oleh terdakwa terhadap para misdinar yakni galak, tegas dan temperamen membuat dirinya takut. “Ancaman sih tidak ada ya, tapi tanpa mengancam pun, saya sudah takut, karena image dia yang galak, tegas dan temperamen selain juga karena dia juga pembimbing kita,” kata dia.
Sejak kejadian itu, Asisi pun hanya bisa menjaga jarak dengan terdakwa tanpa berniat mengungkapkan apa yang dialami olehnya kepada temannya bahkan orang tuanya.“Saya merasa itu aib, saya nggak mau teman teman saya tahu, yang bisa saya lakukan hanya berdiam dan meratap apa yang sudah saya lakukan ini berdosa,” kata dia.
Kapolres Metro Depok, Komisaris Besar Azis Andriansya tunjukkan barang bukti kasus pencabulan yang dilakukan pengurus gereja kepada jemaat anak, Senin 15 Juni 2020. TEMPO/ADE RIDWAN
Singkat cerita, Asisi mengaku, terdakwa melakukan perbuatan tidak senonoh itu sebanyak dua kali. “Kejadian yang kedua, itu saat saya mau masuk SMA. Sama juga perlakuannya, tapi bedanya itu dilakukan di rumah terdakwa, saat saya sedang tertidur,” kata dia.
Diketahui, berdasar keterangan Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Depok, Herlangga Wisnu Murdianto, SPM didakwa dengan tiga pasal alternatif. Pertama, pasal 82 ayat 2 juncto pasal 76 e Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang tentang perlindungan anak, juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
Kedua, pasal 82 ayat 1 juncto pasal 76 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, juncton pasal 65 ayat 1 KUHP dan ketiga pasal 292 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. "Jaksa yang ditunjuk melakukan penuntutan terhadap Syahril Parlindungan Martinus Marbun adalah Jaksa Muda Siswatiningsih, Jaksa Pratama Devi Ferdiani, dan Ajun Jaksa Tompeyan Jovi Pasaribu," kata Herlangga melalui siaran persnya. Terdakwa Syahril terancam hukum pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun
Sebagai informasi, Syahril Parlindungan Marbun ditangkap polisi pada Minggu 14 Juni 2020, setelah korban dan pengurus Gereja Paroki Santo Herkulanus menggelar investigasi internal atas keterlibatan pelaku dalam kejahatan seksual terhadap putra altar. Dari investigasi tersebut terungkap, sedikitnya ada lebih dari 20 anak korban kekerasan seksual pelaku di Gereja Herkulanus. Jumlah itu terhitung sejak pelaku diberikan amanah menaungi anak-anak itu sejak awal 2000.