Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Korban sengketa tanah di Kosambi, Tangerang, Adipurna, 63 tahun, kecewa Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Tangerang yang hanya menuntut 1 tahun penjara terhadap dua orang terdakwa, Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya heran saya ini sudah ditipu dengan pemalsuan dokumen. Di sini jelas ada transaksi transaksi jual beli oleh terdakwa, tapi dikatakan ada itikad baik sehingga dituntut 1 tahun," ujar Adipura kepada Tempo, Selasa 16 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut pengusaha onderdil kendaraan bermotor itu, dua terdakwa telah mengambil semua aset perusahaan, modal, keuntungan PT Salembaran Jati yang mereka bentuk pada 2009. "Sudah mereka ambil semua. Sepeser pun tidak saya terima," kata Adipura.
Pernyataan ini disampaikan Adipurna menanggapi ringannya tuntutan jaksa dalam perkara sengketa tanah berupa pemalsuan akta autentik yang dilakukan Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman, sejawat Adipurna di PT Selembaran Jati.
JPU Marolop P menyatakan Suryadi dan Yusuf yang menjabat Direktur Utama dan Komisaris PT Selembaran Jati, perusahaan yang bergerak di bidang properti dan pergudangan di Kosambi, Kabupaten Tangerang, itu terbukti dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam pembuatan akta otentik.
"Terbukti dan meyakinkan melanggar Pasal 266 KUHP ayat 1 dengan tuntutan pidana 1 tahun penjara," ujar Marolop saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin, 15 Januari 2018.
Alasan jaksa menuntut ringan terdakwa karena Suryadi dan Yusuf dinilai tidak berbelit-belit selama persidangan, mengakui dan menyesali perbuatannya. "Terdakwa juga mau bertanggung jawab mengganti kerugian," kata Marolop.
Berdasarkan fakta persidangan dan keterangan saksi, saksi ahli hukum pidana dan kenotariatan yang dihadirkan selama persidangan berlangsung, JPU menyimpulkan Suryadi dan Ngadiman memenuhi unsur berkehendak menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam proses penerbitan akta notaris RUPS Luar Biasa pada Mei 2009.
"Menyebabkan kerugian immaterial dan material terhadap saksi/korban Adipurna Sukarti," kata Marolop. Adipurna mempertanyakan alasan jaksa tersebut. "Itikad baiknya di mana? Apakah itikad baik ini maksudnya ke kejaksaan atau ke saya? Harusnya jaksa menyuarakan hati nurani saya selaku korban," ujar Adipura.
Adipurna berharap hakim mempertanggungjawabkan putusannya. "Selama 18 tahun saya telah di zalimi. Saya yakin, hakim ini wakil Tuhan, dan Tuhan itu tidak bisa disogok. Dia maha melihat dan maha membalas atas segala sesuatu seberat beratnya," kata Adipura.
Selaku pelapor dan korban dalam perkara ini, Adipurna menilai tuntutan yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Tangerang itu tidaklah berkeadilan. "Saya berjuang untuk mendapatkan hak saya selama lima tahun sia sia," kata Adipura.
Kasus ini berawal ketika Adipurna Sukarti bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso yaitu Salim Wongso dengan menyertakan modal senilai Rp 8,15 miliar pada 1999.
Modal tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 45 hektare di Desa Salembaran Jati, Kosambi, Kabupaten Tangerang. Sukarti kemudian dijadikan pemegang saham pada PT Salembaran Jati Mulya dengan mendapatkan saham sebesar 30 persen. Sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen per orang.
Kepemilikan saham tercantum pada Akta Notaris Elza Gazali nomor 11 tertanggal 8 Februari 1999. Namun selama kerja sama berjalan, Sukarti tidak pernah dibagi keuntungan. Bahkan Sukarti tidak mengetahui saat Salim Wongso meninggal dunia mewariskan sahamnya kepada putranya, Suryadi Wongso, pada 2001.
Pada 2008 Sukarti yang menerima informasi bahwa Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset PT Salembaran Jati Mulya. Terdakwa tak pernah hadir dalam pembuatan akte perubahan RUPS tersebut.
Mei 2009, Suryadi dan Ngadiman datang ke Kantor Notaris Rustiana di Kompleks Harapan Kita, Tangerang. Mereka meminta Rustiana menerbitkan akta RUPS tanpa kehadiran dan tanda tangan Adipurna Sukarti selaku pemegang 30 persen saham. Akta yang diterbitkan itulah yang kemudian digugat oleh Adipurna.
Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang Hasanudin bertanya kepada Suryadi dan Ngadiman apakah akan melakukan pembelaan sendiri atau melalui pengacaranya. " Kami serahkan ke kuasa hukum saja," kata Suryadi. Yudistira dan rekan, tim kuasa hukum Suryadi dan Ngadiman menyatakan akan memberikan pembelaan dalam sidang lanjutan sengketa tanah itu pekan depan.