Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa Soetikno Soedarjo dituntut pidana 6 tahun penjara dalam sidang perkara korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 di Maskapai Garuda Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung yang dipimpin oleh Triyana Setiaputra meminta majelis hakim agar menyatakan Soetikno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Soetikno Soedarjo berupa pidana penjara selama 6 tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan," kata jaksa penuntut umum di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 27 Juni 2024.
Selain itu, jaksa penuntut umum juga menuntut pendiri PT Mukti Rekso Abadi itu agar membayar pidana denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
"Membebankan kepada terdakwa Soetikno Soedarjo membayar uang pengganti sebesar US$ 1.666.667,46 (sekitar Rp 27,3 miliar berdasarkan kurs hari ini) dan € 4.344.363,19 (sekitar Rp 76,1 miliar)," ujar jaksa penuntut umum.
Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda Soetikno dapat disita oleh jaksa. Harta benda itu kemudian dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun," ucap jaksa penuntut umum.
Dalam membuat putusan tersebut, jaksa penuntut umum mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan adalah perbuatan Soetikno dinilai tidak mendukung pemerintah dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
Adapun hal yang meringankan adalah teerdakwa bersikap sopan selama persidangan, serta terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya. "Terdakwa juga menjadi tulang punggung keluarga."
Sebelumnya, dalam sidang dakwaan bekas Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar, pada 18 September 2023, jaksa penuntut umum menyebut kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 menyebabkan kerugian negara mencapai US$ 609.814.504 atau sekitar Rp 9,3 triliun (kurs Rp 15.300 per dolar AS kala itu).
Jaksa penuntut umum mengatakan Emirsyah Satar tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada atau Fleet Plan Garuda Indonesia--yang merupakan rahasia perusahaan--kepada Soetikno Soedarjo. Fleet Plan itu selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc yang merupakan Commercial Advisor dari Bombardier.